KONSELING MODEL TIMUR
Islam
Profesi
konseling mengandung makna sebagai pekerjaan yang menyelenggarakan layanan
intelektual spesifik yang sangat tinggi. Layanan tersebut tercermin dalam
perilaku profeiional menurut kriteria ideal, di manapun dan kapanpun perilaku
itu muncul (M. Djawad Dahlan, 2003:20). Atas dasar pikiran ini, maka setiap profesional
dalam layanan konseling harus memenuhi syarar-syarat yang tidak ringan,
khususnya dalam kematangan pribadi, keyakinan, filosofi , kewenangan serta
kemampuan yang dimiliki.
Dalam penyelenggaraan layanan konseling, manusia harus difahami secara
utuh, lahir, bathin, dan sosial yang berakumulasi sedemikian rupa tercermin
dalam perilaku yang muncur sehari-hari. Salah satu filosofi dan agama yang
mampu memenuhi tunututan ini adalah Islam, baik sebagai agama maupun filosofi.
Islam memandang manusia sebagai suatu keseluruhan, “..tidaklah kujadikan manusia dan jin..." (Q.S. 26:74 ); "...diciptakan
manusia dari yang satu .." (Q.S. 3:l ) demikian beberapa firman-Nya,
dan masih banyak lagi firman -firman yang lain yang menyebutkan bahwa Allah
menciptakan manusia sebagai satu keseluruhan.
Dalam agama dan filosofi Islam, orang yang bermasalah adalah orang yang
melanggar perintah Allah. Karenanya untuk menghilangkan masalah, seseorang
harus meminta ampun kepada Allah atas kesalahan yang dibuatnya. Islam
mengajarkan, bahwa hubungan manusia dengan Allah terkait dengan hubungan antara
manusia dengan manusia (Habluminallah dan
habluminannas).Hubungan atau relasi antar manusia dilakukan dalam rangka meluruskan
hubungan dengan Allah. Tugas manusia dalam kehidupan adalah untuk berbakti
kepada Allah.
Konseling dalam konsep Islam adalah memberikan layanan bantuan kepada
seseorang yang mengalami masalah, merarui cara-cara cara y ang baik (moidoh khasanah) untuk menumbuhkan
kesadaran akan dosa yang dilakukan dan memohon ampunan kepada Allah Swt.,
karena pada dasarnya masalah yang dialami manusia dikarenakan perbuatan manusia
itu sendiri. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk dekat kepada Allah dapat
dilakukan melalui dzikrullah
(menyebut nama Allah dengan penuh kesadaran dan kesungguhan), berbuat baik
(amal shaleh) dengan ikhlas, dan mejalankan semua perintah Allah dan
meninggalkan segala larangan-Nya. (Quraish Shihab, 2002:15).
Tugas konselor dalam konseling dalam pendekatan Islam adalah metnbantu
klien untuk mampu mengungkapkan dengan ikhlas dosa atau masalah yang dihadapi,
memohon ampunan kepada-Nya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya' Sebelum konseling-
dimulai, kLnselor maupun klien diharuskan membersihkan diri dengan berwudlu dan
membaca syahadat. Ini dimaksudkan agar konselor maupun klien memiliki kesiapan
diri baik fisik maupun mental. Setiap sesi konseling berlangsung sekitar satu
jam. Jumlah sesi konseling tergantung kontrak yang disepakati konselor dan
klien. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa masalah yang kompleks memerlukan
jumlah sesi konseling yang banyak, karena penanganan masalah dalam konseling
Islami langsung pada akar masalah.
K'ung Fu-Tzu (Confusius)
K'ung Fu-Tzu menekankan nilai pembelajaran dan mengekspresikan
kebanggaannya kepada mereka yang mencintai pendidikan, sebagaimana ia lakukan
(Chan, 1963). Biasanya isi yang diketahui dari Confusius sebagi pendukung Meng
Tzu (Menfucius) adalah, .,siapapun yang-bekerja dengan pikirannya akan mempengaruhi
yang lainnya; dan siapapun bekerja dengan kekuatannya akan dipengaruhi yang
lain" (ch.an, 1963). Tradisi confucius memandang, pada dasamya manusia
mampu belajar dengan cara yang lebih baik mengenai tindakannya dan meriahaminya
ketika mereka diberi model yang baik dengan penjelasan yang jelas (zhang,
1938). Kekuatan pembelajaran diekspresikan oleh sejumlah atribut K'ung Fu-Tze,
"Dengan kealamiahan semakin dekat kebenaran, dengan latihan menjauhi perpecahan"
(Stevenson & Lee, 1966).
Secara hirarkhi, dunia ditata (order) untuk didiami masing-masing orang
sesuai dengan tanggung jawab masing-muring. Orang yang jujur adalah orang yang
bersungguh-sungguh (Chan, 1963). sebagai
contoh, suatu kehormatan yang benar adalah adanya kesepakatan umum terhadap
orang tua, kemandirian, panti jompo tardisional yang muncul di china, orang yang
jujur adalah orang yang bersungguh-sungguh dan selalu mimentingkan orang lain (Chan,
1963). Terbentuknya kesehatan psikis dihasilkan dari kehidupan yang bijak sesuai
tatanan dunia (Bankart, 1977), dikembangkan dalam tatanan sosial dan aktivitas
kehidupan (Chan, 1963).
Aktualisasi, diri terjadi melalui kebiasaan masyarakat di mana setiap
individu secara pribadi berkembang dalam kesadaran atas pentingnya hubungan
kerjasama yang semakin luas. Aspek penting untuk dikembangkan dalam kesadaran
ini adalah mengembangkan kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain (Tu,
1985;1989). Dari kemampuan ini diharapkan individu auput mengambil pengalaman
orang lain untuk mengembangkan dirinya agar terhindar dari penderitaan
sebagaimana dialami- oleh orang lain.
Taoism
Lao-Tzu
menjelaskan kehidupan yang idear sebagai spontanitas, kedamaiat, dan
kesederhanaan, dengan tiadanya fenekanan (wu-wei)
(chan, 1963). K'ung Fu-Tze menjelaskan kehidupan dan kewajibannya, Lao-Tzu dan
khsusnya chuang Tzu mementingkan aspek transedental dan mistik dalam dunia.
Bagi Lao-Tzu, orang yang ide'al adalah orang yang dapat dipercaya karena mereka
tidak bersaing. Dalam Taoisme, ketenangan membawa kesejukan. Untuk meluruskan
takdir harus mengikuti jalan yang abadi (Tao). Perspektif Tao adalah
"Pembelajaran yang bebal dan tidak ada penderitaan" (chan, 1963).
confucianist mentransformasikan masyarakat melalui pendidikan. Pakar Taoisme, Chung
Tzu membiarkan transformasi untuk memikirkan dirinya sendiri. Bagi Chuang Tzu,
pikiran yang sempurna bertindak seperti cermin, menerima semuanya dan merespon
dengan cara alami.
Buddhisme
Buddhisme
adalah ajaran tentang penderitaan kehidupan untuk mengurangi penderitaan. Empat
kebenaran mulia menurut ajaran ini adalih: lj kehidupan adalah untuk mengalami
penderitaan; 2) pengharapan menyebabkan penderitaan; 3) mengurangi harapan berarti
mengurangi penderitaan (untuk ke Surga); dan 4) harapan dapat dikurangi dan
Surga dapat diraih melalui delapan cara, yaitu: (l) pemahaman yang benar, (2)
pemikiran yang benar, (3) bicara yang
benar, (4) perilaku yang benar, (5) usaha yang benar, (6) kehidupan yang benar, (7) pemikiran
yang benar, (8) konsentrasi yang benar (Jaya Surya, 1963).
Tiga tingkatan pengetahuan yang dikenal dalam ajaran Buddha, yaitu: (1)
Berdasarkan rasa impresif, tetapi tidak nalar; (2) Rerfleksi proses penalaran,
penggunaan pikirarr/logika, ilmu pengetahuan, filosofi; dan (3) Pusat kesadaran
intuisi yang tertinggi dari pikiran yang terang berdasarkan meditasi. Dari
perspektif Buddha, setiap orang memiliki sifat Buddha secara alami dan
kapasitas untuk mewujudkan alam menjadi Buddha (Chan, 1963): Kepercayaan dalam
bagian sekolah Buddha, dapat muncul secara tiba-tiba setiap saat. Oleh karena
itu Ch'an (Zen) Master Pendidikan menggunakan berbagai methode plovokasi dalam
mempengaruhi mahasiswa untuk menggunakan konsep-konsep intelektual untuk
menghasilkan pengertian yang spontan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar