Selasa, 12 November 2013

KONSELING KOLABORATIF BERBASIS KOMPETENSI


KONSELING KOLABORATIF
BERBASIS KOMPETENSI
(Kajian Teori dan Praktik)

PENDAHULUAN
Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya telah mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus berpikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi adalah: (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stres, kecemasan dan frustrasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi dan korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baikjahat dan benar-salah secara lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis tapijuga konflik fisik; dan (4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementara dan adiktif seperti penggunaan obat-obat terlarang.
Untuk menangkal dan mengatasi masalah tersebut perlu dipersiapkan insan dan sumber daya manusia Indonesia yang berrnutu. Manusia Indonesia yang bermutu yaitu manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani, bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara profesional, serta dinamis dan kreatif. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional.
Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.
Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu di lingkungan pendidikan haruslah merupakan pendidikan yang seimbang, tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan profesional dan akademis, tetapi juga mampu membuat perkembangan diri yang sehat dan produktif. Para peserta didik di lingkungan pendidikan adalah orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Pencapaian standar kemampuan profesional/akademis dan tugas-tugas perkembangan peserta didik, memerlukan kolaborasi (kerja sama) yang harmonis antara para pengelola atau manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya merupakan bidangbidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

KONSEP DASAR KONSELING KOLABORATIF BERBASIS KOMPETENSI
Konseling kolaboratif berbasis kompetensi (KKBK) adalah salah satu pendekatan konseling yang menekankan pada upaya konselor membantu klien melalui proses kerja sama (kolaborasi) dengan kfien dan pihak lain (guru, dokter, psikolog, psikiater, ulama, dan lain-lain) agar klien dapat memanfaatkan kompetensinya atau kemampuannya, kekuatannya, dan sumber-sumber lainnya dalam mengembang dirinya sebaik mungkin dan dalam menyelesaikan masalah dan konflik yang dihadapinya (Bertolino dan O' Hanlon, 2002:5).
Pendekatan KKBK ini muncul di awal tahun 1980-an dan dikenal sebagai konseling generasi ketiga sebagai tanggapan terhadap konseling generasi pertama dan kedua. Pendekatan konseling generasi pertama dan kedua memfokuskan pada penyelesaian masalah klien. Konseling generasi pertama ini muncul pada tahun 1900-an. Tokoh konseling generasi pertama ini adalah Sigmund Freud. Pendekatan konseling pada masa ini dalam menganalisis masaalah klien lebih beroerientasi pada masa lalu klien. Pendekatan konseling generasi pertama ini menganggap klien
sebagai orang yang sakit dan bermasalah. Pendekatan konseling pada masa ini lebih berorientasi pada pembenahan intrapsikis klien. Adapun pendekatan konseling generasi kedua muncul pada tahun 1950-an, dengan tokohnya adalah para ahli behavioristik (seperti Krumboltz dan Thorensen), Konseling generasi kedua ini lebih memfokuskan pada masalah klien pada saat ini, di sini dan sekarang. Pendekatan konseling pada masa ini banyak dipengaruhi oleh ahli terapi keluarga. Para ahli terapi keluarga memandang bahwa intrapsikis klien itu dipengaruhi oleh interaksi klien dengan lingkungannya.
Persamaan pendekatan konseling generasi pertama dengan generasi kedua adalah keduanya masih berorientasi pada masalah klien. Adapun perbedaan pendekatan konseling generasi pertama dengan generasi kedua adalah sebagai berikut: pendekatan konseling generasi pertama dalam menganalisis masalah klien lebih menekankan pada masa lalu klien. Adapun pendekatan konseling generasi kedua dalam menganalisis masalah klien lebih menekankan pada masa kini dan di sini.
KKBK memandang bahwa di dalam diri klien terdapat berbagai sumber dan potensi yang dapat memecahkan berbagai masalah klien. Dalam KKBK konselor bukan satu-satunya sumber pemecahan masalah. Sumber pemecahan masalah itu ada dan terdapat di masyarakat dan ada dalam jaringan kerja sosial yang diciptakan oleh konselor (O'Hanlon, 1994:23). KKBK lebih menekankan pada berbagai kekuatan, potensi, dan sumber yang dimiliki oleh klien. Dalam KKBK konselor tidak dapat menerima begitu saja teori yang mengatakan bahwa klien tidak kompeten atau tidak mampu mengubah dirinya ke arah yang lebih baik atau positif.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUNCULNYA KKBK
KKBK ini banyak dipengaruhi oleh paham postmodernism, constructivism, dan social constructionism. Pengaruh postmodernism terhadap KKBK terutama berkenaan dengan cara memandang individu. Menurut paham ini individu itu dibentuk oleh masyarakat, budaya, dan sejarah. Ada implikasi dari pandangan ini terhadap KKBK yaitu seorang konselor dalam melakukan konseling perlu memperhatikan aspek budaya klien (adat istiadat, etika, norma, dan tatakrama). Di samping itu, konselor juga perlu memperhatikan masyarakat di mana klien tinggal (strata dan setting) serta sejarah klien (status keluarga, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan) dalam pelaksanaan konseling.
Adapun pengaruh constructivlsrn terhadap KKBK terutama berkenaan dengan keragaman cara memandang realitas dunia. Menurut paham ini setiap orang berbeda dalam memandang realitas dunia. Ada implikasi dari pandangan ini terhadap KKBK yaitu seorang konselor hendaknya mempertimbangkan berbagai sudut pandang atau teori dalam memahami dunia klien. Dunia klien tidak hanya dibatasi oleh umur, jenis kelamin, ras, golongan, suku bangsa, agama dan latar belakang keluarga, tetapi juga mereka dipengaruhi oleh etika, lingkungan, dan situasidi sekitarnya.
Paham social constructionism besar pengaruhnya terhadap KKBK terutama berkenaan dengan pandangan tentang kebermaknaan. Menurut paham ini kebermaknaan itu terbentuk melalui interaksi, hubungan, dan proses sosial. Kebermaknaan itu terjadi apabila individu berinteraksi dan berkomunikasi (berkata) dengan orang lain atau dengan diri mereka sendiri. Kebermaknaan itu dibentuk melalui bahasa dan terjadi dalam realitas sosial yang selalu mengalami perubahan. Menurut paham ini "Kepribadian" itu terbentuk dalam interaksi sosial. Adapun masalah itu sebenarnya terbentuk dan dihasilkan oleh adanya interaksi sosial. Penganut paham ini juga berpendapat bahwa identitas individu itu terus menerus dibentuk melalui interaksi dengan orang lain. Paham ini menempatkan peran bahasa sebagai wahana utama untuk menciptakan kebermaknaan dan perubahan. Implikasi bagi konseling adalah bahwa konselor hendaknya mempelajari dialog (bahasa) dan interaksi konseling sebagai wahana untuk menyelesaikan masalah.

TOKOH-TOKOH PENDUKUNG KKBK
KKBK banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti: Milton H. Erickson, Bill O'Hanlon, Steve de Shazer, Michael White, David Epston, Harlene Andersen dan Harry Goolishian. Milton H. Erickson menekankan pentingnya berorientasi pada pemecahan masalah (solution-orientation) dalam konseling. Dia tidak yakin bahwa satu teori dapat menjelaskan atau menggambarkan perilaku manusia yang sangat kompleks. Kesuksesan Erickson dalam konseling didasari atas keinginannya untuk membiarkan manusia mempelajari apa yang betul-betul nyata tentang diri mereka (Havens, 1985:7). Adapun tujuan konseling menurut . Erickson adalah membantu klien mengembangkan kebiasaan yang lebih tepat, berguna, dan dapat diterima. Dia yakin bahwa manusia siap untuk memiliki apa yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah baik itu yang ada pada dirinya maupun yang ada dalam sistem sosialnya. Erickson membantu manusia agar mengambil tindakan pada saat sekarang untuk mencapai pemecahan masalah dan tujuan di masa yang akan datang. Erickson juga yakin bahwa manusia dapat berubah dengan cepat.
KKBK banyak dipengaruhi oleh Bill O'Hanlon. Dia menekankan pentingnya orientasi pada pemecahan masalah dan banyaknya kemungkinan dalam konseling (solution-orientation and possibility therapies). Dia menekankan pentingnya menggali pengalaman internal klien dalam konseling (O'Hanlon & Beadle, 1999). Klien harus dihargai, dan yang terpenting lagi klien merasa didengar dan dipahami melalui proses konseling tersebut. O'Hanlon juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa dalam konseling. Dia mengatakan bahwa cara-cara mengatakan suatu masalah berbeda dengan cara-cara menyelesaikan suatu masalah. Dia selalu berorientasi pada bagaimana masalah itu dapat dipecahkan. Adapun peran konselor adalah membantu merumuskan dan memecahkan masalah klien. Dia juga mengatakan bahwa fokus dalam konseling itu adalah apa yang realistik dan  apa yang dapat dicapai dengan konseling itu.
KKBK dipengaruhi juga oleh Pusat Terapi Keluarga (The Brief Family Therapy Center/BFTC). BFTC ini menggunakan model konseling berfokus pada pemecahan masalah yaitu mengubah pembicaraan dari masalah pada pemecahan masalah. Dalam BFTC ini konselor atau terapis membantu memecahkan masalah klien dengan cara mengajak klien berbicara dan menggunakan berbagai potensi, kekuatan, dan sumber-sumber yang ada. Dalam BFTC ini klien belajar bagaimana mereka dapat menjadi penolong yang paling baik bagi mereka sendiri.
KKBK mendapat pengaruh juga dari terapi dengan menggunakan cerita (Narcative Therapy). Tokoh terapi ini adalah Michel White dari Australia dan David Epston dari Selandia Baru. Mereka memfokuskan pada bagaimana masalah . itu menjadi menekan kehidupan manusia. Mereka mengatakan bahwa masalah itu dapat dipengaruhi oleh sosial, budaya, agam4 politik, dan faktor-faktor penentu lainnya. Menurut mereka latar belakang kehidupan manusia menjadi pemicu munculnya masalah. Fokus utama pendekatan ini adalah bagaimana menggunakan percakapan yang mampu secara objektif memisahkan dunia luar manusia sebagai pemicu masalah dengan manusia itu sendiri. Menurut meraka pada dasarnya manusia tidak pernah bermasalah, yang membuat masalah adalah masalah itu sendiri. Terapi dengan menggunakan percakapan ini dapat membantu manusia untuk keluar dari peristiwa yang membelenggunya. Terapi ini juga memfokuskan pada hasil konseling yang unik (khas). Keunikan hasil konseling ini sesuai dengan peristiwa atau pengalaman kehidupan manusia yang unik di dalam mengatasi masalahnya. Pendekatan ini juga menekankan bahwa kebermaknaan manusia itu terbentuk melalui interaksi dengan lingkungannya. Pendekatan ini juga meyakini bahwa keunikan menggunakan bahasa dalam konseling merupakan sesuatu yang kondusif dalam konseling yang berbasis kompetensi.
KKBK dipengaruhi juga oleh pendekatan kolaborasi system bahasa (The Collaborative Language Systems Approach). Pendekatan ini didasari oleh konsep bahasa dan percakapan. Pendekatan ini meyakini bahwa pembentukan kebermaknaan itu melalui percakapan. Pendekatan ini meyakini bahwa konseling itu merupakan suatu proses dengan jalan konselor dan klien melakukan percakapan kolaboratif. Dengan percakapan kolaboratif ini maka masalah itu diselesaikan. Pendekatan ini melibatkan proses dialog dalam membantu klien. Pendekatan ini meyakini bahwa penggu-aan bahasa dalam konseling merupakan proses humanisasi konseling.
KKBK juga mendapat pengaruh dari Tom Anderson dari Norwegia yang terkenal dengan metode tim refleksinya (The Reflecting Team) dalam konseling keluarga. pendekatan ini meyakini bahwa pada dasarnya sistem keluarga itu stabil dengan cara membangun dan menjaga mekanisme keseimbangan. Namun selanjutnya sistem keluarga itu mengalami perubahan oleh sebab itu perlu dipahami perubahan yang terjadi dalam sistem keruarga. untuk itu Anderson menggunakan tim dalam upaya kolaborisi memahami perubahan sistem keluarga tersebut.

KATA-KATA YANG SERING DIGUNAKAN DALAM KKBK
Ada sejumlah kata yang dianggap mampu mendorong klien untuk mengembangkan potensinya di dalam memecahkan masalahnya. Kata-kata tersebut antara lain: menguasakan, menguatkan, trleungkinkan, menyehatkan, memecahkan, mempersilahkan, memuka, memperluas, memberi jalan, membuat pertemanan, memelihara, memajukan, melakukan kerja sama, memberi harapan, menumuhkan, melakukan perubahan, menggali potensi terpendam, memanfaatkan, merencanakan mena depan, menenangkan, menghargai, mem fasil itasi, memu lai, menghayati, men goptimalkan, menghormati, dan memaafkan
IMPLEMENTASI KKBK DI SEKOLAH
Implementasi KKBK di sekolah dapat dimulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program bimbingan dan konsering (BK). Pada saat merencanakan program BK di sekolah, konselor dapat bekerja sama dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi, staf tata usaha, orang tua, dan masyarakat di sekitarnya.
Pada saat merencanakan program BK, konselor dapat berkolaborasi dengan kepala sekolah tentang berbagai kebijakan sekolah- Iang dapa! didukung oleh program BK seperti meningkatkan prestasi sekolah dalam bidang akademik, kesenian, olah raga, pramuka, dan kedisiplinan. Konselor dapat berdiskusi dengan kepala sekolah mengenai sumber-sumber tenlga dan biaya untuk melaksanakan program BK. pada saat merencanakan program, konselor dapat juga berkolaborasi dengan wakasek kurikulum, kesiswaan, dan sarana tentang penataan waktu pelaksanaan BK di sekolah, sarana yang dibutuhkan BK, dan bentuk-bentuk kegiatan kesiswaan yang dapat mendorong kegairahan siswa untuk mau belajar di sekolah. Konselor dapat juga bekerja sama dengan guru dalam merencanakan kegiatan-kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang dapat mendorong anak merasi senang untuk belajar. Konselor dapat juga bekerja sama dengan staf administrasi sekolah dalam merencanakan teknik-teknik pengadministrasian dan pelaporan kegiatan BK.
Pada saat melaksanakan program BK banyak hal yang dapat dilakukan kolaborasi dengan pihak sekolah  mau pun luar sekolah. Pada saat memberikan layanan orientasi sekorah, konselor dapat berkolaborasi dengan Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, dan Staf Administrasi. Mereka diminta untuk bersedia menjelaskan Tugas 'Pokok dan Fungsinya kepada siswa baru, sehingga siswa betul-betul memahami kedudukan dan tugas masing-masing personel sekolah.
Pada saat bimbingan belajar, konselor dapat berkolaborasi dengan guru bidang studi, membantu para siswa unggul untuk memperkaya belajarnya, membantu para siswa normal (prestasi belajarnya biasa) untuk meningkatkan prestasi belajarnya, dan membantu siswa yang asor (prestasi belajarnya di bawah rata-rata) untuk mengatasi kesulitan belajamya.
Pada saat memberikan layanan informasi, konselor dapat berkolaborasi dengan anggota atau lembaga masyarakat yang ahli di bidangnya masing-masing. Pada saat siswa membutuhkan informasi tentang kesehatan, konselor dapat berkolaborasi dengan puskesmas dan dokter. Pada saat siswa membutuhkan informasi tentang keamanan dan ketertiban, konselor dapat berkoraborasi dengan polisi. Pada saat siswa perlu informasi tentang keagamaan/kerohanian, konselor dapat berkolaborasi dengan Pesantren, Kiai, Pastur, dan Guru Agama. Pada saat siswa perlu informasi tentang kewirausahaan, konselor dapat berkolaborasi dengan pengusaha atau menejer perusahaan. Pada saat siswa membutuhkan informasi tentang perguruan tinggi, konselor dapat berkolaborasi dengan alumni sekolah dan pihak perguruan tinggi.
Pada saat memberikan layanan konseling kepada siswa, konselor dapat berkolaborasi dengan siswa itu sendiri dalam membentuk hubungan yang menyenangkan, merumuskan masalah,mengkaji masalah, dan menyelesaikan  masalah. Apabila konselor tidak mampu mengatasi masalah klien, konselor dengan seizin klien dapat berkolaborasi dengan ahli lain yang relevan dengan masalah klien mungkin dengan psikolog, dokter, pekerja sosial, dan psikiater.
Pada saat mengevaluasi program BK, konselor dapat bekerja sama dengan pihak sekolah maupun orang tua siswa. Konselor dapat meminta pendapat siswa, kepala sekolah, wakasek, guru bidang studi, wali kelas, dan orang tua tentang perencanaan dan pelaksanaan program BK. Mereka dapat diminta efektivitas program BK dan keterlibatan personel sekolah dan siswa dalam pelaksanaan BK.

REFERENSI
Bertolino, Bob and O'Hanlon, Bill. (2002). Collaborative, Cometency-Based Counseling and Therapy. Boston: Allyn and Bacon.
Nurihsan, Juntika. (2001). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.
Nurihsan, Juntika. (2002). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.
Nurihsan, Juntika. (2003). Materi Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung : Mutiara.
Yusuf, Syamsu, dan Nurihsan Juntika. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: PPS UPI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar