KONSELING
KOLABORATIF
BERBASIS
KOMPETENSI
(Kajian Teori dan Praktik)
PENDAHULUAN
Kemajuan
berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya telah mendorong
terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan
membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang
lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus
berpikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya
pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi adalah: (1) keresahan
hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik,
stres, kecemasan dan frustrasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin,
kolusi dan korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baikjahat dan benar-salah
secara lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak
saja konflik psikis tapijuga konflik fisik; dan (4) pelarian dari masalah
melalui jalan pintas, yang bersifat sementara dan adiktif seperti penggunaan
obat-obat terlarang.
Untuk menangkal dan mengatasi masalah tersebut perlu dipersiapkan insan
dan sumber daya manusia Indonesia
yang berrnutu. Manusia Indonesia
yang bermutu yaitu manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan
rohani, bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara profesional,
serta dinamis dan kreatif. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional.
Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia
yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak
cukup dilakukan hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
tetapi juga harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem
manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk
menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian
cita-citanya.
Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga
menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan
sistem nilai. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu di lingkungan pendidikan
haruslah merupakan pendidikan yang seimbang, tidak hanya mampu menghantarkan
peserta didik pada pencapaian standar kemampuan profesional dan akademis,
tetapi juga mampu membuat perkembangan diri yang sehat dan produktif. Para peserta didik di lingkungan pendidikan adalah
orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki
karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya.
Pencapaian standar kemampuan profesional/akademis dan tugas-tugas perkembangan
peserta didik, memerlukan kolaborasi (kerja sama) yang harmonis antara para
pengelola atau manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya
merupakan bidangbidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.
KONSEP DASAR KONSELING
KOLABORATIF BERBASIS KOMPETENSI
Konseling
kolaboratif berbasis kompetensi (KKBK) adalah salah satu pendekatan konseling
yang menekankan pada upaya konselor membantu klien melalui proses kerja sama
(kolaborasi) dengan kfien dan pihak lain (guru, dokter, psikolog, psikiater,
ulama, dan lain-lain) agar klien dapat memanfaatkan kompetensinya atau kemampuannya,
kekuatannya, dan sumber-sumber lainnya dalam mengembang dirinya sebaik mungkin
dan dalam menyelesaikan masalah dan konflik yang dihadapinya (Bertolino dan O'
Hanlon, 2002:5).
Pendekatan KKBK ini muncul di awal tahun 1980-an dan dikenal sebagai
konseling generasi ketiga sebagai tanggapan terhadap konseling generasi pertama
dan kedua. Pendekatan konseling generasi pertama dan kedua memfokuskan pada penyelesaian
masalah klien. Konseling generasi pertama ini muncul pada tahun 1900-an. Tokoh
konseling generasi pertama ini adalah Sigmund Freud. Pendekatan konseling pada
masa ini dalam menganalisis masaalah klien lebih beroerientasi pada masa lalu klien.
Pendekatan konseling generasi pertama ini menganggap klien
sebagai orang yang sakit dan bermasalah. Pendekatan konseling pada masa
ini lebih berorientasi pada pembenahan intrapsikis klien. Adapun pendekatan
konseling generasi kedua muncul pada tahun 1950-an, dengan tokohnya adalah para
ahli behavioristik (seperti Krumboltz dan Thorensen), Konseling generasi kedua
ini lebih memfokuskan pada masalah klien pada saat ini, di sini dan sekarang.
Pendekatan konseling pada masa ini banyak dipengaruhi oleh ahli terapi
keluarga. Para ahli terapi keluarga memandang bahwa
intrapsikis klien itu dipengaruhi oleh interaksi klien dengan lingkungannya.
Persamaan pendekatan konseling generasi pertama dengan generasi kedua
adalah keduanya masih berorientasi pada masalah klien. Adapun perbedaan
pendekatan konseling generasi pertama dengan generasi kedua adalah sebagai
berikut: pendekatan konseling generasi pertama dalam menganalisis masalah klien
lebih menekankan pada masa lalu klien. Adapun pendekatan konseling generasi
kedua dalam menganalisis masalah klien lebih menekankan pada masa kini dan di
sini.
KKBK memandang bahwa di dalam diri klien terdapat berbagai sumber dan
potensi yang dapat memecahkan berbagai masalah klien. Dalam KKBK konselor bukan
satu-satunya sumber pemecahan masalah. Sumber pemecahan masalah itu ada dan terdapat
di masyarakat dan ada dalam jaringan kerja sosial yang diciptakan oleh konselor
(O'Hanlon, 1994:23). KKBK lebih menekankan pada berbagai kekuatan, potensi, dan
sumber yang dimiliki oleh klien. Dalam KKBK konselor tidak dapat menerima begitu
saja teori yang mengatakan bahwa klien tidak kompeten atau tidak mampu mengubah
dirinya ke arah yang lebih baik atau positif.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUNCULNYA KKBK
KKBK ini
banyak dipengaruhi oleh paham postmodernism,
constructivism, dan social constructionism. Pengaruh postmodernism terhadap KKBK terutama
berkenaan dengan cara memandang individu. Menurut paham ini individu itu dibentuk
oleh masyarakat, budaya, dan sejarah. Ada
implikasi dari pandangan ini terhadap KKBK yaitu seorang konselor dalam
melakukan konseling perlu memperhatikan aspek budaya klien (adat istiadat,
etika, norma, dan tatakrama). Di samping itu, konselor juga perlu memperhatikan
masyarakat di mana klien tinggal (strata dan setting) serta sejarah klien
(status keluarga, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan) dalam pelaksanaan
konseling.
Adapun pengaruh constructivlsrn terhadap KKBK terutama berkenaan dengan
keragaman cara memandang realitas dunia. Menurut paham ini setiap orang berbeda
dalam memandang realitas dunia. Ada
implikasi dari pandangan ini terhadap KKBK yaitu seorang konselor hendaknya
mempertimbangkan berbagai sudut pandang atau teori dalam memahami dunia klien.
Dunia klien tidak hanya dibatasi oleh umur, jenis kelamin, ras, golongan, suku bangsa,
agama dan latar belakang keluarga, tetapi juga mereka dipengaruhi oleh etika,
lingkungan, dan situasidi sekitarnya.
Paham social constructionism
besar pengaruhnya terhadap KKBK terutama berkenaan dengan pandangan tentang kebermaknaan.
Menurut paham ini kebermaknaan itu terbentuk melalui interaksi, hubungan, dan
proses sosial. Kebermaknaan itu terjadi apabila individu berinteraksi dan
berkomunikasi (berkata) dengan orang lain atau dengan diri mereka sendiri.
Kebermaknaan itu dibentuk melalui bahasa dan terjadi dalam realitas sosial yang
selalu mengalami perubahan. Menurut paham ini "Kepribadian" itu terbentuk
dalam interaksi sosial. Adapun masalah itu sebenarnya terbentuk dan dihasilkan
oleh adanya interaksi sosial. Penganut paham ini juga berpendapat bahwa
identitas individu itu terus menerus dibentuk melalui interaksi dengan orang
lain. Paham ini menempatkan peran bahasa sebagai wahana utama untuk menciptakan
kebermaknaan dan perubahan. Implikasi bagi konseling adalah bahwa konselor
hendaknya mempelajari dialog (bahasa) dan interaksi konseling sebagai wahana
untuk menyelesaikan masalah.
TOKOH-TOKOH PENDUKUNG KKBK
KKBK banyak
dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti: Milton H. Erickson, Bill O'Hanlon, Steve
de Shazer, Michael White, David Epston, Harlene Andersen dan Harry Goolishian.
Milton H. Erickson menekankan pentingnya berorientasi pada pemecahan masalah
(solution-orientation) dalam konseling. Dia tidak yakin bahwa satu teori dapat
menjelaskan atau menggambarkan perilaku manusia yang sangat kompleks.
Kesuksesan Erickson dalam konseling didasari atas keinginannya untuk membiarkan
manusia mempelajari apa yang betul-betul nyata tentang diri mereka (Havens,
1985:7). Adapun tujuan konseling menurut . Erickson adalah membantu klien
mengembangkan kebiasaan yang lebih tepat, berguna, dan dapat diterima. Dia
yakin bahwa manusia siap untuk memiliki apa yang mereka butuhkan untuk
mengatasi masalah baik itu yang ada pada dirinya maupun yang ada dalam sistem
sosialnya. Erickson membantu manusia agar mengambil tindakan pada saat sekarang
untuk mencapai pemecahan masalah dan tujuan di masa yang akan datang. Erickson
juga yakin bahwa manusia dapat berubah dengan cepat.
KKBK banyak dipengaruhi oleh Bill O'Hanlon. Dia menekankan pentingnya
orientasi pada pemecahan masalah dan banyaknya kemungkinan dalam konseling (solution-orientation and possibility
therapies). Dia menekankan pentingnya menggali pengalaman internal klien
dalam konseling (O'Hanlon & Beadle, 1999). Klien harus dihargai, dan yang
terpenting lagi klien merasa didengar dan dipahami melalui proses konseling
tersebut. O'Hanlon juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa dalam
konseling. Dia mengatakan bahwa cara-cara mengatakan suatu masalah berbeda
dengan cara-cara menyelesaikan suatu masalah. Dia selalu berorientasi pada
bagaimana masalah itu dapat dipecahkan. Adapun peran konselor adalah membantu
merumuskan dan memecahkan masalah klien. Dia juga mengatakan bahwa fokus dalam
konseling itu adalah apa yang realistik dan apa yang dapat dicapai dengan konseling itu.
KKBK dipengaruhi juga oleh Pusat Terapi Keluarga (The Brief Family Therapy Center/BFTC). BFTC ini menggunakan model
konseling berfokus pada pemecahan masalah yaitu mengubah pembicaraan dari
masalah pada pemecahan masalah. Dalam BFTC ini konselor atau terapis membantu
memecahkan masalah klien dengan cara mengajak klien berbicara dan menggunakan
berbagai potensi, kekuatan, dan sumber-sumber yang ada. Dalam BFTC ini klien
belajar bagaimana mereka dapat menjadi penolong yang paling baik bagi mereka
sendiri.
KKBK mendapat pengaruh juga dari terapi dengan menggunakan cerita
(Narcative Therapy). Tokoh terapi ini adalah Michel White dari Australia
dan David Epston dari Selandia Baru. Mereka memfokuskan pada bagaimana masalah
. itu menjadi menekan kehidupan manusia. Mereka mengatakan bahwa masalah itu
dapat dipengaruhi oleh sosial, budaya, agam4 politik, dan faktor-faktor penentu
lainnya. Menurut mereka latar belakang kehidupan manusia menjadi pemicu
munculnya masalah. Fokus utama pendekatan ini adalah bagaimana menggunakan
percakapan yang mampu secara objektif memisahkan dunia luar manusia sebagai
pemicu masalah dengan manusia itu sendiri. Menurut meraka pada dasarnya manusia
tidak pernah bermasalah, yang membuat masalah adalah masalah itu sendiri.
Terapi dengan menggunakan percakapan ini dapat membantu manusia untuk keluar
dari peristiwa yang membelenggunya. Terapi ini juga memfokuskan pada hasil
konseling yang unik (khas). Keunikan hasil konseling ini sesuai dengan
peristiwa atau pengalaman kehidupan manusia yang unik di dalam mengatasi
masalahnya. Pendekatan ini juga menekankan bahwa kebermaknaan manusia itu terbentuk
melalui interaksi dengan lingkungannya. Pendekatan ini juga meyakini bahwa
keunikan menggunakan bahasa dalam konseling merupakan sesuatu yang kondusif
dalam konseling yang berbasis kompetensi.
KKBK dipengaruhi juga oleh pendekatan kolaborasi system bahasa (The Collaborative Language Systems Approach).
Pendekatan ini didasari oleh konsep bahasa dan percakapan. Pendekatan ini
meyakini bahwa pembentukan kebermaknaan itu melalui percakapan. Pendekatan ini
meyakini bahwa konseling itu merupakan suatu proses dengan jalan konselor dan
klien melakukan percakapan kolaboratif. Dengan percakapan kolaboratif ini maka masalah
itu diselesaikan. Pendekatan ini melibatkan proses dialog dalam membantu klien.
Pendekatan ini meyakini bahwa penggu-aan bahasa dalam konseling merupakan
proses humanisasi konseling.
KKBK juga mendapat pengaruh dari Tom Anderson dari Norwegia yang
terkenal dengan metode tim refleksinya (The
Reflecting Team) dalam konseling keluarga. pendekatan ini meyakini bahwa
pada dasarnya sistem keluarga itu stabil dengan cara membangun dan menjaga mekanisme
keseimbangan. Namun selanjutnya sistem keluarga itu mengalami perubahan oleh
sebab itu perlu dipahami perubahan yang terjadi dalam sistem keruarga. untuk
itu Anderson
menggunakan tim dalam upaya kolaborisi memahami perubahan sistem keluarga
tersebut.
KATA-KATA YANG SERING DIGUNAKAN DALAM KKBK
Ada sejumlah kata yang
dianggap mampu mendorong klien untuk mengembangkan potensinya di dalam
memecahkan masalahnya. Kata-kata tersebut antara lain: menguasakan, menguatkan,
trleungkinkan, menyehatkan, memecahkan, mempersilahkan, memuka, memperluas,
memberi jalan, membuat pertemanan, memelihara, memajukan, melakukan kerja sama,
memberi harapan, menumuhkan, melakukan perubahan, menggali potensi terpendam, memanfaatkan,
merencanakan mena depan, menenangkan, menghargai, mem fasil itasi, memu lai,
menghayati, men goptimalkan, menghormati, dan memaafkan
IMPLEMENTASI KKBK DI SEKOLAH
Implementasi
KKBK di sekolah dapat dimulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
program bimbingan dan konsering (BK). Pada saat merencanakan program BK di
sekolah, konselor dapat bekerja sama dengan kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, wali kelas, guru bidang studi, staf tata usaha, orang tua, dan masyarakat
di sekitarnya.
Pada saat merencanakan program BK, konselor dapat berkolaborasi dengan
kepala sekolah tentang berbagai kebijakan sekolah- Iang dapa! didukung oleh
program BK seperti meningkatkan prestasi sekolah dalam bidang akademik,
kesenian, olah raga, pramuka, dan kedisiplinan. Konselor dapat berdiskusi dengan
kepala sekolah mengenai sumber-sumber tenlga dan biaya untuk melaksanakan
program BK. pada saat merencanakan program, konselor dapat juga berkolaborasi
dengan wakasek kurikulum, kesiswaan, dan sarana tentang penataan waktu pelaksanaan
BK di sekolah, sarana yang dibutuhkan BK, dan bentuk-bentuk kegiatan kesiswaan
yang dapat mendorong kegairahan siswa untuk mau belajar di sekolah. Konselor
dapat juga bekerja sama dengan guru dalam merencanakan kegiatan-kegiatan intra
dan ekstrakurikuler yang dapat mendorong anak merasi senang untuk belajar.
Konselor dapat juga bekerja sama dengan staf administrasi sekolah dalam
merencanakan teknik-teknik pengadministrasian dan pelaporan kegiatan BK.
Pada saat melaksanakan program BK banyak hal yang dapat dilakukan
kolaborasi dengan pihak sekolah mau pun luar sekolah. Pada saat memberikan
layanan orientasi sekorah, konselor dapat berkolaborasi dengan Kepala Sekolah,
Wakasek, Guru, dan Staf Administrasi. Mereka diminta untuk bersedia menjelaskan
Tugas 'Pokok dan Fungsinya kepada siswa baru, sehingga siswa betul-betul memahami
kedudukan dan tugas masing-masing personel sekolah.
Pada saat bimbingan belajar, konselor dapat berkolaborasi dengan guru
bidang studi, membantu para siswa unggul untuk memperkaya belajarnya, membantu
para siswa normal (prestasi belajarnya biasa) untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, dan membantu siswa yang asor (prestasi belajarnya di bawah
rata-rata) untuk mengatasi kesulitan belajamya.
Pada saat memberikan layanan informasi, konselor dapat berkolaborasi
dengan anggota atau lembaga masyarakat yang ahli di bidangnya masing-masing.
Pada saat siswa membutuhkan informasi tentang kesehatan, konselor dapat
berkolaborasi dengan puskesmas dan dokter. Pada saat siswa membutuhkan
informasi tentang keamanan dan ketertiban, konselor dapat berkoraborasi dengan polisi.
Pada saat siswa perlu informasi tentang keagamaan/kerohanian, konselor dapat
berkolaborasi dengan Pesantren, Kiai, Pastur, dan Guru Agama. Pada saat siswa
perlu informasi tentang kewirausahaan, konselor dapat berkolaborasi dengan
pengusaha atau menejer perusahaan. Pada saat siswa membutuhkan informasi tentang
perguruan tinggi, konselor dapat berkolaborasi dengan alumni sekolah dan pihak
perguruan tinggi.
Pada saat memberikan layanan konseling kepada siswa, konselor dapat
berkolaborasi dengan siswa itu sendiri dalam membentuk hubungan yang
menyenangkan, merumuskan masalah,mengkaji masalah, dan menyelesaikan masalah. Apabila konselor tidak mampu
mengatasi masalah klien, konselor dengan seizin klien dapat berkolaborasi dengan
ahli lain yang relevan dengan masalah klien mungkin dengan psikolog, dokter,
pekerja sosial, dan psikiater.
Pada saat mengevaluasi program BK, konselor dapat bekerja sama dengan
pihak sekolah maupun orang tua siswa. Konselor dapat meminta pendapat siswa,
kepala sekolah, wakasek, guru bidang studi, wali kelas, dan orang tua tentang
perencanaan dan pelaksanaan program BK. Mereka dapat diminta efektivitas program
BK dan keterlibatan personel sekolah dan siswa dalam pelaksanaan BK.
REFERENSI
Bertolino, Bob and O'Hanlon, Bill. (2002). Collaborative, Cometency-Based Counseling and Therapy. Boston: Allyn and Bacon.
Nurihsan, Juntika. (2001). Pengantar
Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Mutiara.
Nurihsan, Juntika. (2002). Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Mutiara.
Nurihsan, Juntika. (2003). Materi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung
: Mutiara.
Yusuf, Syamsu, dan Nurihsan Juntika. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: PPS UPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar