Melalui debu tanah dan Ruh Ilahi, Allah Swt menganugerahkan manusia
empat daya, yaitu: (l) daya tubuh, yang mengantar manusia berkekuatan fisik.
Berfungsinya organ tubuh dan panca indera, (2) daya hidup yang menjadikannya
memiliki kemampuan mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan
hidupnya dalam menghadapi tantangan, (3) daya akal, yang memungkinkannya
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (4) daya qolbu, yang
memungkinkannya bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman, dan kehadiran Allah
Swt. Dari daya inilah lahir intuisi dan indera keenam.
Apabila keempat daya itu digunakan dan dikembangkan secara baik, maka
kualitas pribadi akan mencapai puncaknya, yaitu suatu pribadi yang beriman,
berbudi pekerti luhur, memiliki kecerdasan, ilmu pengetahuan, keterampilan,
keuletan, serta wawasan masa depan dengan fisik yang sehat wal'afiat.
Apabila melihat kembali ke-l2langkah yang dikemukakan oleh Jesse Lair,
kemudian kita kaitkan dengan ajaran Islam, sebetulnya langkah-langkah itu
identik dengan muhasabah (instrospeksi diri) yang secara lengkap telah ada dan
harus dilakukan oleh seluruh umat manusia. Ada satu buku yang menarik sekali yang
berkaitan dengan masalah ini, yaitu Mencermini Aib
Diri dalam Hidup Keseharian yang disusun oleh M.D. Dahlan dan Syihabudin.
Buku ini dapat dijadikan cermin perilaku kita seharihari berisi berbagai dalil
yang dapat dijadikan indikator tentang aib kita.
Abu Yazid al-Busthomi (Dahlan dan Syihabudin, 2001: 6) mengajak kita
untuk menggunakan perubahan fisik sebagai cermin yang menggambarkan kadar
perilaku. Ia banyak belajar setelah melihat perubahan pada dirinya sendiri. Ia
berkata, "Telah nampak rambutku beruban, akan tetapi aib diriku tidak juga
hilang. Aku tak tahu apa yang teradi di alam ghaib. Wahai orang-orang yang di
masa mudanya memakmurkan dunia. Orang kagum akan kehebatanmu. Tidak ada yang
menghalangi upaya memakmurkan. Akan tetapi...sebentar lagi jasadnya akan
berangsur hancur."
Kegiatan pemakmuran dunia dipimpin oleh daya qolbu. Dalam kenyataan
sehari-hari daya qolbu ini sering tidak berdaya dalam menghadapi
"keroyokan" daya-daya yang lain. Konflik sering muncul karena adanya
intervensi pihak luar, yaitu setan, jin, dan manusia. Konflik ini sering
menyeret qolbu untuk melakukan pelanggaran terhadap aturan. Pelanggaran
terhadap aturan itulah yang disebut dengan dosa. Pelanggaran tersebut sangat
variatif, sehingga jenis dosa pun menjadi bervariasi pula karena melihat kuantitas,
kualitas, dan dimensinya.
Lalu, apa dampak dari adanya berbagai macam dosa tersebut terhadap
qolbu? Apakah qolbu yang berdosa mampu menjadi manajer yang mengarahkan
daya-daya yang ada pada manusia dalam rangka melakukan pemakmuran? Dapatkah
qolbu yang demikian melakukan pemakmuran yang berkategori ibadah, sehingga ia
dapat melanjutkan perjalanan ke alam akhirat dengan akomodasi yang memadaidan
semangat qollbu yang sehat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar