LANGKAH-LANGKAH PENEGASAN IDENTITAS PROFESI
Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman terhadap
bimbingan dan konseling, dan memperhadapkan konselor kepada konflik, ketidak-
konsistenan, dan ketidak-kongruenan peran. Untuk mempersempit kesenjangan
semacam ini perlu ada langkah penguatan dan penegasan peran dan identitas profesi.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memahamkan Para Kepala Sekolah
Diyakini
bahwa dukungan kepala sekolah dalam implementasi dan penanganan program
bimbingan dan konseling di sekolah sangat esensial. Hubungan antara kepala
sekolah dengan konselor sangat penting terutama dt dalam menentukan keefektivan
program. Kepala sekolah yang memahami dengan baik profesi bimbingan dan
konseling akan:
a. memberikan kepercayaan
kepada konselor dan memelihara koinunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk;
b. memahami dan merumuskan
peran konselor; dan
c. menempatkan staf sekolah
sebagai tim atau mitra kerja.
2. Membebaskan konselor dari
tugas yang tidak relevan
Masih ada
konselor sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengurus
hal-hal yang tidak relevan dengan bimbingan dan konseling, seperti jadi petugas
piket, perpustakaan, koperasi, dan sebagainya. Tugas-tugas. ini tidak relevan
dengan latar belakang pendidikan, dan tidak akan menjadikan bimbingan dan
konseling dapat dilaksanakan secara profesional.
3. Mempertegas tanggung jawab
konselor
Sudah saatnya
menegaskan bahwa bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab dan kewenangan
konselor. Sebutan guru pembimbing sudah harus diganti dengan sebutan konselor (sebagaimana
sudah ditegaskan dalam UU No. 20/2003). Perlu ditegaskan bahwa konselor adalah
orang yang merniliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling dan
memperoleh latihan khusus sebagai konselor, dan memiliki lisensi untuk melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling didasarkan kepada lisensi dan kredensialisasi
oleh ABKIN, sesuai dengan perundangan dan peraturan yang berlaku.
4. Membangun standar supervisi
Tidak
terpenuhinya standar yang diharapkan untuk merakukan supervisi bimbingan dan
konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang
dilakukan oleh orang yang tidak memahami atau tidak berlatar belakang bimbingan
dan konseling bisa membuat perlakuan supervisi bimbingan dan konseling disamakan
dengan perlakuan supervisi
terhadap
guru bidang studi. Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas
bukanlah hal-hal yang substantive tentang kemampuan bimbingan dan konseling,
melainkan hal-hal teknis administratif. Supervisi bimbingan dan konseling mesti
diarahkan kepada upaya membina keterampilan professional konselor seperti:
memahirkan keterampilan konseling, berajar bagaimana menangani isu kesulitan
siswa, mempraktekkan kode etik profesi, mengembangkan program komprehensif, mengembangkan
ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-fungsi relevan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar