Jumat, 08 November 2013

KONSELING KELOMPOK UNTUK KLIEN YANG MEMILIKI PENYAKIT KRONIS



KONSELING KELOMPOK UNTUK KLIEN
YANG MEMILIKI PENYAKIT KRONIS

PENDAHULUAN
Konsep dan praktek konseling kelompok dewasa ini sudah semakin berkembang, tidak hanya diterapkan untuk membantu individu dalam situasi yang "biasa" tetapi juga telah diterapkan untuk membantu individu yang memiliki kebutuhan "khusus" salah satunya adalah untuk membantu individu yang memiliki penyakit kronis yang mematikan.
Tulisan ini berkenaan dengan konseling kelompok untuk populasi khusus, yaitu untuk klien yang mengalami penyakit kronis, suatu penyakit yang menahun atau bertahan lama dan dalam rentang waktu tertentu tingkat keparahannya dapat naik-turun. Secara medis penyakit kronis seperti ini sulit disembuhkan secara total sehingga menimbulkan duka cita atau penderitaan yang panjang pada klien. Klien seringkali merasa sebagai orang yang paling menderita, teralienasi, frutrasi dan tidak jarang yang mengalami putus asa.
Sesungguhnya klien yang memiliki penyakit kronis merujuk pada suatu ukuran populasi yang cukup luas, di dalamnya mencakup penyakit yang bermacam-macam yang sulit disembuhkan secara total, antara seperti Kanker, TBC, Tumor, Diabet, Hipertensi, Asma. Setiap penyakit konis ini memiliki efek dan atau resiko yang tersendiri terhadaperilaku klien, sehingga klien yang mengalami penyakit kronis memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda-beda pula tergantung pada jenis penyakit yang dideritanya. Klien yang memiliki penyakit Asma atau TBC cenderung memiliki karakteristik kebutuhan yang berbeda dengan klien yang memiliki penyakit Kanker atau Tumor, sehingga implikasi konselingnyapun berbeda-beda, demikian pula terhadap peran yang harus dijalankan oleh konselor dalam proses konseling kelompok. Namun demikian, disamping keunikan, setiap kelompok klien yang memiliki penyakit konis juga memiliki karakteristik dan isu psikologis yang sama, antara lain seperti perasaan tak menentu tentang kesembuhannya, frustrasi dan dan perasaan terpisah dari lingkungan sosialnya. Tegasnya setiap klien yang memiliki penyakit kronis memiliki karakteristik kebutuhan yang bersifat umum disamping memiliki karakteristik yang bersifat spesifik. Jacob, Harvill dan Masson (1994) menyimpulkan hasil reviu tentang konseling kelompok untuk populasi khusus, bahwa setiap kelompok yang mengalami suatu bentuk penyakit atau bahkan ketidakmampuan kronis tertentu memiliki keunikan. oleh sebab itu konselor yang bekerja untuk orang yang mengalami penyakit konis harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang diderita oleh kliennya.
Bertitik tolak dari karakteristik kebutuhan generik dan unik tersebut, paparan ini dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama mengemukakan karakteristik dan strategi generik konseling kelompok untuk membantu klien yang mengalami penyakit kronis. Bagian kedua membahas karakteristik dan strategi konseling kelompok untuk membantu klien yang mengalami kanker prostat, salah satu jenis penyakit yang seringkali membawa kematian kepada kaum pria yang berusia awal senja.

MASALAH DAN SASARAN
Penayakit kronis seringkali dipandang sebagai penyakit yang mematikan bagi si penderita. Efek dan resiko dari masalah ini bukan hanya terhadap pada penderita sendiri melainkan juga terhadap anggota keluarganya. Biasanya klien mengalami depresi, gelisah, dan ketidakmampuan menghadapi kenyataannya sekarang. Membantu mengembangkan kemampuan klien untuk mengatasi stress dan emosi mereka merupakan sasaran utama.
Klien sering merasa tak menentu tentang kemungkinan upaya penyembuhan penyakitnya. Mereka harus menghadapi perubahan gaya hidup, sering merasa tak berdaya, merasa dipisahkan secara fisik dari dukungan keluarga dan temantemannya. Fokus kehidupannya untuk beberapa waktu barubah dari kebiasaan sebelumnya; misalnya dalam hubungan intim dengan pasangannya, keterlibatannya dalam urusan keluarga dan dalam bersoialisasi dengan tetangga.
Umumnya mereka perlu berulang-ulang menghadapi pengujian medis, treatment, dan menunggu hasil pengobatannya dalam ketidakpastian. Klien yang dirujuk pada psikoterapi sangat sering menderita depresi, kegelisahan yang tinggi, dan kekacauan mental atau ketidakmampuan menghadapi suatu kenyataan. (Maynard, 1980).
Di dalam ketidakpastian faktor-faktor medis dan di dalam upaya memenuhi kebutuhan atau dukungan emosional serta didalam perjuangan yang berat menghadapi perubahan gaya hidupnya, orang seperti itu memerlukan suatu kelompok yang berarti. Kelompok ini diharapkan dapat meyediakan pendidikan dan informasi yang berkaitan dengan isu-isu pribadi dan membantu menangani isu-isu psikologis, seperti kehilangan identitas dan duka cita (kesedihan) yang berkepanjangan. Kelompok juga diharapkan dapat menyediakan dukungan dan bantuan yang diperlukan dalam upaya pemecahan masalah.
Sasaran konseling kelompok adalah individu yang sedang memiliki penyakit konis tertentu yang relatif sama (homogin) atau individu yang memiliki pengalaman keberhasilan dalam mengahadapi penyakit kronisnya. Homogenitas anggota kelompok sangat penting karena dapat memberikakan pengaruh yang baik terhadap iklim sosial kelompok.
Umumnya jumlah anggota kelompok terdiri atas 6 – 12 orang. Untuk psikoterapi sesi pertemuan sering berlangsung lama sedangkan dalam konseling sesi-sesi pertemuan berlangsung lebih singkat. Pemimpin kelompok harus memiliki pengetahuan dan keterampilan menangani kemunduran mental. Pemimpin kelompok harus mampu memberikan semangat dan mengurangi perasaan-perasaan menutupi diri.
Dalam konseling kelompok ini, seleksi klien berdasarkan kesamaan penyakitnya merupakan langkah yang pertama. Langkah yang dilakukan untuk mebantu mereka adalah dengan cara mengelompokkan mereka berdasarkan penyakit dan permasalahan yang dialaminya. Homogenitas permasalahan dalam suatu kelompok dapat membantu mereka mengembangkan dukungan sosial yang baik. Glading St. (1995).
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tidak semua klien yang mengalami penyakit kronis memiliki karakteristik dan kebutuhan yang sama, bergantung pada jenis penyakitnya. Klien yang memiliki penyakit Asma atau TBC cenderung memiliki karakteristik kebutuhan yang berbeda dengan klien yang memiliki penyakit Kanker, sehingga implikasi terhadap intervensinya pun berbeda-beda, demikian pula terhadap peran yang harus dijalankan oleh konselor dalam proses konseling kelompok.
Oleh sebab itu anggota kelompok sebaiknya diseleksi untuk mendapatkan anggota kelompok yang homogen, contoh kasus yang diangkat di dalam tulusan ini adalah individu yang memiliki penyakit kanker prostat.
Kesamaan penyakit yang dialami oleh anggota kelompok ini akan menumbuhkan suasana kebersamaan dan persasaan senasib yang pada giliranyannya dapat menumbuhkan hasrat pada diri mereka untuk saling berbagi informasi, berbagi pikiran dan berbagi pengalaman. Untuk para "manula" terlebih mereka yang memiliki penyakit kronis, suasana seperti ini amat diperlukan untuk membantu menghadirkan kembali suasana sosial yang mungkin sempat hilang selama periode tertentu, suatu kelompok sebaya yang dapat saling memberi dan menerima, saling mendukung, dan saling mengingatkan satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar