KONSELING
KELOMPOK UNTUK KLIEN
YANG
MEMILIKI PENYAKIT KRONIS
PENDAHULUAN
Konsep dan
praktek konseling kelompok dewasa ini sudah semakin berkembang, tidak hanya
diterapkan untuk membantu individu dalam situasi yang "biasa" tetapi
juga telah diterapkan untuk membantu individu yang memiliki kebutuhan
"khusus" salah satunya adalah untuk membantu individu yang memiliki
penyakit kronis yang mematikan.
Tulisan ini berkenaan dengan konseling kelompok untuk populasi khusus,
yaitu untuk klien yang mengalami penyakit kronis, suatu penyakit yang menahun
atau bertahan lama dan dalam rentang waktu tertentu tingkat keparahannya dapat
naik-turun. Secara medis penyakit kronis seperti ini sulit disembuhkan secara
total sehingga menimbulkan duka cita atau penderitaan yang panjang pada klien. Klien
seringkali merasa sebagai orang yang paling menderita, teralienasi, frutrasi
dan tidak jarang yang mengalami putus asa.
Sesungguhnya klien yang memiliki penyakit kronis merujuk pada suatu
ukuran populasi yang cukup luas, di dalamnya mencakup penyakit yang
bermacam-macam yang sulit disembuhkan secara total, antara seperti Kanker, TBC,
Tumor, Diabet, Hipertensi, Asma. Setiap penyakit konis ini memiliki efek dan
atau resiko yang tersendiri terhadaperilaku klien, sehingga klien yang mengalami
penyakit kronis memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda-beda pula
tergantung pada jenis penyakit yang dideritanya. Klien yang memiliki penyakit
Asma atau TBC cenderung memiliki karakteristik kebutuhan yang berbeda dengan klien
yang memiliki penyakit Kanker atau Tumor, sehingga implikasi konselingnyapun
berbeda-beda, demikian pula terhadap peran yang harus dijalankan oleh konselor
dalam proses konseling kelompok. Namun demikian, disamping keunikan, setiap
kelompok klien yang memiliki penyakit konis juga memiliki karakteristik dan isu
psikologis yang sama, antara lain seperti perasaan tak menentu tentang
kesembuhannya, frustrasi dan dan perasaan terpisah dari lingkungan sosialnya.
Tegasnya setiap klien yang memiliki penyakit kronis memiliki karakteristik
kebutuhan yang bersifat umum disamping memiliki karakteristik yang bersifat spesifik.
Jacob, Harvill dan Masson (1994) menyimpulkan hasil reviu tentang konseling
kelompok untuk populasi khusus, bahwa setiap kelompok yang mengalami suatu bentuk
penyakit atau bahkan ketidakmampuan kronis tertentu memiliki keunikan. oleh
sebab itu konselor yang bekerja untuk orang yang mengalami penyakit konis harus
memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang diderita oleh kliennya.
Bertitik tolak dari karakteristik kebutuhan generik dan unik tersebut,
paparan ini dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama mengemukakan
karakteristik dan strategi generik konseling kelompok untuk membantu klien yang
mengalami penyakit kronis. Bagian kedua membahas karakteristik dan strategi
konseling kelompok untuk membantu klien yang mengalami kanker prostat, salah
satu jenis penyakit yang seringkali membawa kematian kepada kaum pria yang
berusia awal senja.
MASALAH DAN SASARAN
Penayakit
kronis seringkali dipandang sebagai penyakit yang mematikan bagi si penderita.
Efek dan resiko dari masalah ini bukan hanya terhadap pada penderita sendiri
melainkan juga terhadap anggota keluarganya. Biasanya klien mengalami depresi,
gelisah, dan ketidakmampuan menghadapi kenyataannya sekarang. Membantu mengembangkan
kemampuan klien untuk mengatasi stress dan emosi mereka merupakan sasaran
utama.
Klien sering merasa tak menentu tentang kemungkinan upaya penyembuhan
penyakitnya. Mereka harus menghadapi perubahan gaya hidup, sering merasa tak
berdaya, merasa dipisahkan secara fisik dari dukungan keluarga dan
temantemannya. Fokus kehidupannya untuk beberapa waktu barubah dari kebiasaan
sebelumnya; misalnya dalam hubungan intim dengan pasangannya, keterlibatannya
dalam urusan keluarga dan dalam bersoialisasi dengan tetangga.
Umumnya mereka perlu berulang-ulang menghadapi pengujian medis,
treatment, dan menunggu hasil pengobatannya dalam ketidakpastian. Klien yang
dirujuk pada psikoterapi sangat sering menderita depresi, kegelisahan yang tinggi,
dan kekacauan mental atau ketidakmampuan menghadapi suatu kenyataan. (Maynard,
1980).
Di dalam ketidakpastian faktor-faktor medis dan di dalam upaya memenuhi
kebutuhan atau dukungan emosional serta didalam perjuangan yang berat
menghadapi perubahan gaya hidupnya, orang seperti itu memerlukan suatu kelompok
yang berarti. Kelompok ini diharapkan dapat meyediakan pendidikan dan informasi
yang berkaitan dengan isu-isu pribadi dan membantu menangani isu-isu
psikologis, seperti kehilangan identitas dan duka cita (kesedihan) yang
berkepanjangan. Kelompok juga diharapkan dapat menyediakan dukungan dan bantuan
yang diperlukan dalam upaya pemecahan masalah.
Sasaran konseling kelompok adalah individu yang sedang memiliki penyakit
konis tertentu yang relatif sama (homogin) atau individu yang memiliki
pengalaman keberhasilan dalam mengahadapi penyakit kronisnya. Homogenitas
anggota kelompok sangat penting karena dapat memberikakan pengaruh yang baik
terhadap iklim sosial kelompok.
Umumnya jumlah anggota kelompok terdiri atas 6 – 12 orang. Untuk
psikoterapi sesi pertemuan sering berlangsung lama sedangkan dalam konseling
sesi-sesi pertemuan berlangsung lebih singkat. Pemimpin kelompok harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan menangani kemunduran mental. Pemimpin kelompok harus
mampu memberikan semangat dan mengurangi perasaan-perasaan menutupi diri.
Dalam konseling kelompok ini, seleksi klien berdasarkan kesamaan
penyakitnya merupakan langkah yang pertama. Langkah yang dilakukan untuk
mebantu mereka adalah dengan cara mengelompokkan mereka berdasarkan penyakit
dan permasalahan yang dialaminya. Homogenitas permasalahan dalam suatu kelompok
dapat membantu mereka mengembangkan dukungan sosial yang baik. Glading St. (1995).
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tidak semua klien yang
mengalami penyakit kronis memiliki karakteristik dan kebutuhan yang sama,
bergantung pada jenis penyakitnya. Klien yang memiliki penyakit Asma atau TBC
cenderung memiliki karakteristik kebutuhan yang berbeda dengan klien yang
memiliki penyakit Kanker, sehingga implikasi terhadap intervensinya pun berbeda-beda,
demikian pula terhadap peran yang harus dijalankan oleh konselor dalam proses
konseling kelompok.
Oleh sebab itu anggota kelompok sebaiknya diseleksi untuk mendapatkan
anggota kelompok yang homogen, contoh kasus yang diangkat di dalam tulusan ini
adalah individu yang memiliki penyakit kanker prostat.
Kesamaan penyakit yang dialami oleh anggota kelompok ini akan
menumbuhkan suasana kebersamaan dan persasaan senasib yang pada giliranyannya
dapat menumbuhkan hasrat pada diri mereka untuk saling berbagi informasi,
berbagi pikiran dan berbagi pengalaman. Untuk para "manula" terlebih
mereka yang memiliki penyakit kronis, suasana seperti ini amat diperlukan untuk
membantu menghadirkan kembali suasana
sosial yang mungkin sempat hilang selama periode tertentu, suatu kelompok
sebaya yang dapat saling memberi dan menerima, saling mendukung, dan saling mengingatkan
satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar