Konseling
dapat dimaknai bermacam-ragam, misalnya sebagai jenis khusus hubungan pemberian
bantuan, sekumpulan perlakuan (intervensi),
pfoses psikologis atau dalam istilah-istilah yang bermuara pada tujuan kegiatan
atau orang yang melakukannya. TidAk ada perbedaan yang tegas antara konseling
dan psikoterapi (Nelon-Jones, 1995: 1).
Sementara itu, sumber teori konseling, sama halnya dengan sumber teori
kepribadian, meliputi hal-hal dalam konteks histories dan budaya, sejarah
pribadi ahli yang mengembangkan konseling yang beriangkutan, teori-teori
kepribadian, minat untuk menulis dan menginformasikan ide-ide, dan
pengalaman-pengalaman profesional dan frustrasi-frustrasi, penelitian, pengaruh
ahli-ahli leori lain, dan pandangan-pandangan disiplin-disiplin lainnya di luar
psikologi. Oleh karena itu, kiranya dapat diterima pandangan yang mengitukun
bahwa konseling mempunyai keterbatasanketerbatasan potensial, yaitu kenyataan
bahwa teori konseling maupun teori kepribadian menganggap kebenaran parsial
sebagai kebenaran umum (restriction of
focus), kekakuan konselor, "pemasaran" yangtidak etis,
mempeilemah klien, dan mendukung berlangsungnya keadaan suatu masalah (status
quo). Kecenderungan timbulnya eklektisisme yang dilakukan pata praktisi konseling
menunjukkan aspek negatif dari teori induknya.
Salah satu pandekatan konseling yang menggunakan aspek aspek positif
berbagai aliran konseling dan teori kepribadian adalah konseling keterarnpilan hidup.
Konseling keterampilan hidup yang disebut juga terapi konseling adalah
pendekatan konseling yang bersifat integratii sebab konseling ini
mengkombinasikan dan menggabungkan pandangan-pandangan dan kekuatan-kekuatan pendekatan-pendekbtan
lain ke dalam suatu kesatuan teoretis yang utuh.
Konseling keterampilan hidup (KKH) adalah pendekatan yang berpusat pada
manusia (klien) yang bertujuan membantunya mengembangkan keterampilan menolong
diri atau self-helping skills (Nelson-Jones, 1995: 413; 1997:
8). Pendekatan ini menolak istilah psikologis pada sisi kerangka kerja
pendidikan yang sederhana dan langsung. Dengan memperhatikan kebutuhan mayoritas
terbesar manusia pada umumnya, pendekatan ini beranggapan bahwa semua orang
pernah memperoleh dan mempertahankan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan keterampilan-keterampilan
hidup. Dalam KKH terdapat empat kunci konsep (Nelson-Jones, 1997: 8) yaitu:
Pada umumnya masalah-masalah yang dibawa kepada konselor mencerminkan
"sejarah belajar"nya. Sekalipun factor-faktor eksternal berpengaruh,
klien mempertahankan masalah-masalahnya karena mempunyai cara berpikir dan
bertindak yang kurang atau lemah. Di dalam suasana hubungan konseling yang baik,
konselor akan sangat efektif bila ia melatih klien dengan keterampilan-keterampilan
berpikir dan bertindak yang relevan.
Tujuan akhir konseling keterampilan hidup (KKH) ialah pertolongan diri (self-helping) di mana klien memelihara
dan mengembangkan kekuatan-kekuatan keterampilan berpikir dan bertindak.
Tegasnya, bukan hanya membantu klien untuk memecahkan masalah pada saat
sekarang melainkan juga untuk menghindari dan menangani masalah-masalah
mendatang.
Selanjutnya Nelson-Jones menjelaskan bahwa KKH didasarkan pada kerangka
kerja teoretis pendidikan psikologis. Artinya, bahwa KKH menghargai pentingnya
latihan dan fasilitasi (Nelson-Jones, 1997: 8). Latihan diperlukan untuk
membina klien mengembangkan keterampilan-keterampilan hidup yang lebih baik dengan
menggunakan pendekatan developmental.
Adapun masalah-masalah yang menjadi fokus KKH adalah membantu klien
memecahkan masalah dengan mengungkap potensi masalah tersebut. Sebagai
pendekatan yang berpusat pada manusia, KKH memusatkan bantuan pada rentang
keterampilan atau kompetensi yang perlu dipertahankan, dipelihara dan
dikembangkan. Pandangan ini didasarkan pada asumsi yang dikemukakan oleh Albee
(1984: 230) bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk tumbuh dan mempunyai
hak untuk memaksimalisasi kompetensi pribadinya. Masalah-masalah tentang
keinginan manusia mempunyai perasaan-perasaan, pikiran-likiran dan tindakan-tindakan
adaptif yang diperlukan daiam memaksimalkan potensinya dapat terj{i sepanjang
hidup dan daram semua bidang kehidupan. Masalah-masalah dan potensi-potensi
tersebut merentang dari keterampilan dasar berpikir dan bertindak pada semua
tingkat usia hingga kompetensi-kompetensi developmental pada tingkat-kehidupan
yang lebih spesifik (Nelson-Jones, 1997: 9).
Untuk memenuhi tugasnya, konselor KKH berpegang pada nilai-nilai di
dalam dan di luar kerangka kerja agama (Kelly, 1995, 73: 648-53) yang meliputi
pengfiormatan ierhadap individu, penghargaan sebagai mahluk manusia,
kepercayaan kepada keterdidikan manusia, dan potensi kemanusiaan untuk
kehidupan akal dan sosial, serta keinginan menghargai dunia yang lebih baik. Kerangka
pikir ini menggabungkan elemen-elimen psikologi humanistis-eksistensial dan
keperilakuan-kognitif (cognitive behovioral).
Atas dasar kerangka pikir tersebut maka konselor KKH adalah peneliti-praktisi
yang secara tetap menyusun, melakukan dan mengevaluasi hipotesis mengenai
perubahan-perubahan klien yang sedang diberi bantuan. sekurang-kurangnya ada
empat sumber pengetahuan yang mendasari pemberian bantuan kepada mereka, yaitu pertama, perhatian pada pengetahuan
teoretis, terutama tentang perkembangan dan perubahan kemanusiaan; kedua, konselor berusaha memasukkan
temuan-temuan penelitian yang relevan ke dalam proses dan hasil-hasil
konseling; ketiga, konselor belajar
dari pengalaman-pengalaman konseling pruktisnya, dan keempat, konselor adalah mahluk manusia yang hidup dan berperasaan yang
selalu belajar dari pengalaman-pengalaman pribadi di luar konseling. Pandangan
ini sejaran dengan pundungan Larson (1984: 7-9) tentang model pendidikan
psikologis (psychoeducational model)
mengenai kedudukan konseior dalam pelaksanaan konseling.
Konselor KKH sebagai pendidik perkembangan atau developmental educator (Nelson-Jones, 1988), dengan memperhatikan secara
khusus keadaan kesiapan, ekspektasi-ekspeitasi dan tingkatan keterampilan
setiap klien, berusaha melaksanakan konseling dengan bantuan
keterampilan-keterampilan menciptakan hubungan dirinya dengan klien dan cara
melatih yang fleksibel. Fokus konseling meliputi peningkatkan dan penyembuhan
klien yang rawan gangguan masalah, membantu klien yang mempunyai masalah-masalah
spesifik, krisis pengelolaan kerja dan latihanlalihan keterampilan hidup yang
bersifat perkembangan (developmental life
skills). Dalam pelaksanaannya KKH dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok.