Senin, 30 September 2013

MENGEMBANGKAN FITRAH MANUSIA MELALUI NUR ILLAHI


Upaya membantu sesama menurut perspektif Islam, diarahkan pada pemungsian kalbu wahdaniyun yang terpancar dari nur ilahiah. Cahaya ilahiah itu akan mewujudkan pribadi mantap, istiqamah, halus budi, akhlak mulia, mengikuti petunjuk Ilahi serta mengembangkan fitrah manusia.
Sekiranya fitrah manusia tidak dikembangkan, lahirlah kalbu yang qasi (membantu) yang mewujudkan pribadi yang kaku, kasar, keras, kufur dan tidak taat. Apabila fitrah manusia itu tidak dikembangkan secara optimal, lahirlah pribadi lalai (ghafil) kurang sungguh beribadah, dan tidak meyakini akan kehadiran Allah Swt. Kalbu seperti ini disebut pula kalbun nasiyun.
Kalbu yang berkarat, menghitam dan penuh bintik-bintik hitam. Perlu dibeningkan. Ketika seorang sahahabat bertanya tentang sara membeningkannya, Rasulullah Saw. menjawab, "Banyaklah mengkaji          al-Quran dan Dzilrullah". Hadits lain menyatakan, banyaklah ingat akan kematian".
Petunjuk ini mengandung makna bahwa mengkaji al-Quran berani mendalami isinya, mencari esensi dan hakekat yang terkandung di dalamnya. Bukankah al-Quran menyebutkan, "...dalam al-Quran terdapat obat untuk menyembuhkan kandungan kalbu. (Q.S. l0 Yunus: 57) dan ... di dalamnya (al-Quran) terdapat obat bagi manusia. (Q.S. 16 an-Nahl: 69) ... dan Kami turunkan bagimu al- Quran, yang di dalamnya terdapat obat dan rahmat bagi Kaum Mu'minin. (Q.S. l7 Bani Israil:82)."
Abdullah bin Abdul Aziz al-ldain (1424H: l4-15) merumuskan dua jalur pengembangan kesehatan psikis manusia, atau menghambat gangguan kalbu agar tidak menjadi hitam kelam: (1) al-wiqayah yaitu mencegah agar tidak terjadi gangguan kalbu (dalam istilah lain disebut pencegahan); dan    (2) al-Illaj atau upaya penyembuhan agar nur ilahiah kembali menyinari nuraninya.
Cara-cara mencegah gangguan itu di antaranya:
1)   memenuhi seluruh kewajiban yang dibebankan kepadanya, terutama melaksanakan shalat lima waktu (bagi pria, seyogianya berjamaah di Masjid, dengan khusyu dan khudlu);
2)   menghindari seluruh perbuatan ma'siat dan dosa, dan memohon ampunan serta menjauhi perbuatan yang keji, baik besar maupun kecil;
3)    mendawamkan membaca wirid al-Quran;
4)   membaca wirid pagi dan petang, serta bacaan lain berkenaan dengan momen tertentu;
5)   memperbanyak istighfar dan do'a lain; dan
6)   mencegah masuknya gangguan setan ke dalam hati.

Menurut al-Ghazali (al-Baqir, 2000: 125-142) jalan masuk setan itu berlangsung melalui:
(1)      emosi (ghadab) dan ambisi (syahwat) hati yang mampu memperlemah akal;
(2)      iri hati (hasud) dan kecinraan berlebihan (hirsh) yang menyebabkan buta dan tuli hati;
(3)      kekenyangan yang dapat menyebabkan tercabut rasa takut kepada Allah dan rasa kasihan, menimbulkan rasa malas mengerjakan ibadah, hilangnya rasa haru dari dalam hati, hilangnya kesan hikmah dan nasihat;
(4)      gemar mempercantik diri dengan pakaian mewah atau menghiasi rumah dengan perabotan mahal yang menimbulkan kesombongan, takabur, ujub dan ria;
(5)      ketamakan untuk memperoleh keuntungan dari sesame manusia, yang melahirkan riya dan tipu daya;
(6)      kebiasaan tergesa-gesa ketika mengerjakan sesuatu sebelum berfikir secara matang;
(7)      harta yang melebihi keperluan sehari-hari, sehingga membebani hidupnya; Orang yang dirasuki keinginan akan harta tidak akan merasa cukup dengan yang diperolehnya;
(8)      kebakhilan atau kekikiran akan menghalangi orang untuk berderma, malahan akan mendorong orang itu untuk memiliki barang orang lain yang bukan haknya. Ia akan dirangsang dengan penyakit takut akan kemiskinan. Kegiatan orang itu tercurah pada penumpukan h:arta yang
(9)      menggiringnya ke dalam adzab Allah Swt.;
(10)   fanatisme buta (ta'assub a'ma) terhadap madzhab dan aliran tertentu, dendam terhadap lawan, serta melecehkan dan menghina yang tidak sefaham dengannya; dan berburuk sangka kepada yang lain sehingga melahirkan lidah yang suka menggunjing orang, mengabaikan hak orang lain, berlambat-lambat menghormati orang lain, menghina dan melecehkan orang lain.
Adapun cara penyembuhan gangguan agar nur ilahiah kembali, dilakukan secara individual, disesuaikan dengan kedalaman gangguan yang dialaminya. Di antara langkahnya ialah mengidentifikasi kadar pengaruh sifat kebuasan, kehewanan, kesetanan dan rabaniyyah (Lihat al-Ghazali, 2000).
Imam al-Ghazali (t.t.) mengemukakan bahwa dalam susunan dan sosok tubuh manusia terdapat campuran sifat; sabu’iryah (kebuasan binatang), bahiniyyah (kehewanan), shaithaniyyah (kesetanan) dan rabbaniyyah (ketuhanan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar