Upaya membantu sesama menurut perspektif Islam, diarahkan pada
pemungsian kalbu wahdaniyun yang
terpancar dari nur ilahiah. Cahaya ilahiah itu akan mewujudkan pribadi mantap, istiqamah,
halus budi, akhlak mulia, mengikuti petunjuk Ilahi serta mengembangkan fitrah
manusia.
Sekiranya fitrah manusia tidak dikembangkan, lahirlah kalbu yang qasi (membantu) yang mewujudkan pribadi
yang kaku, kasar, keras, kufur dan tidak taat. Apabila fitrah manusia itu tidak
dikembangkan secara optimal, lahirlah pribadi lalai (ghafil) kurang sungguh beribadah, dan tidak meyakini akan kehadiran
Allah Swt. Kalbu seperti ini disebut pula kalbun nasiyun.
Kalbu yang berkarat, menghitam dan penuh bintik-bintik hitam. Perlu dibeningkan.
Ketika seorang sahahabat bertanya tentang sara membeningkannya, Rasulullah Saw.
menjawab, "Banyaklah mengkaji al-Quran dan Dzilrullah".
Hadits lain menyatakan, banyaklah ingat akan kematian".
Petunjuk ini mengandung makna bahwa mengkaji al-Quran berani mendalami
isinya, mencari esensi dan hakekat yang terkandung di dalamnya. Bukankah
al-Quran menyebutkan, "...dalam
al-Quran terdapat obat untuk menyembuhkan kandungan kalbu. (Q.S. l0 Yunus:
57) dan ... di dalamnya (al-Quran)
terdapat obat bagi manusia. (Q.S. 16 an-Nahl: 69) ... dan Kami turunkan bagimu al- Quran, yang di dalamnya terdapat obat
dan rahmat bagi Kaum Mu'minin. (Q.S. l7 Bani Israil:82)."
Abdullah bin Abdul Aziz al-ldain (1424H: l4-15) merumuskan dua jalur
pengembangan kesehatan psikis manusia, atau menghambat gangguan kalbu agar
tidak menjadi hitam kelam: (1) al-wiqayah
yaitu mencegah agar tidak terjadi gangguan kalbu (dalam istilah lain disebut
pencegahan); dan (2) al-Illaj atau upaya penyembuhan agar nur
ilahiah kembali menyinari nuraninya.
Cara-cara mencegah gangguan itu di antaranya:
1)
memenuhi seluruh kewajiban yang dibebankan kepadanya,
terutama melaksanakan shalat lima waktu (bagi pria, seyogianya berjamaah di
Masjid, dengan khusyu dan khudlu);
2)
menghindari seluruh perbuatan ma'siat dan dosa, dan
memohon ampunan serta menjauhi perbuatan yang keji, baik besar maupun kecil;
3)
mendawamkan
membaca wirid al-Quran;
4)
membaca wirid pagi dan petang, serta bacaan lain
berkenaan dengan momen tertentu;
5)
memperbanyak istighfar dan do'a lain; dan
6)
mencegah masuknya gangguan setan ke dalam hati.
Menurut al-Ghazali (al-Baqir, 2000: 125-142) jalan masuk setan itu
berlangsung melalui:
(1)
emosi (ghadab)
dan ambisi (syahwat) hati yang mampu
memperlemah akal;
(2)
iri hati (hasud)
dan kecinraan berlebihan (hirsh) yang
menyebabkan buta dan tuli hati;
(3)
kekenyangan yang dapat menyebabkan tercabut rasa takut
kepada Allah dan rasa kasihan, menimbulkan rasa malas mengerjakan ibadah,
hilangnya rasa haru dari dalam hati, hilangnya kesan hikmah dan nasihat;
(4)
gemar mempercantik diri dengan pakaian mewah atau
menghiasi rumah dengan perabotan mahal yang menimbulkan kesombongan, takabur,
ujub dan ria;
(5)
ketamakan untuk memperoleh keuntungan dari sesame
manusia, yang melahirkan riya dan tipu daya;
(6)
kebiasaan tergesa-gesa ketika mengerjakan sesuatu sebelum
berfikir secara matang;
(7)
harta yang melebihi keperluan sehari-hari, sehingga
membebani hidupnya; Orang yang dirasuki keinginan akan harta tidak akan merasa
cukup dengan yang diperolehnya;
(8)
kebakhilan atau kekikiran akan menghalangi orang untuk
berderma, malahan akan mendorong orang itu untuk memiliki barang orang lain
yang bukan haknya. Ia akan dirangsang dengan penyakit takut akan kemiskinan.
Kegiatan orang itu tercurah pada penumpukan h:arta yang
(9)
menggiringnya ke dalam adzab Allah Swt.;
(10)
fanatisme buta (ta'assub a'ma) terhadap madzhab dan
aliran tertentu, dendam terhadap lawan, serta melecehkan dan menghina yang
tidak sefaham dengannya; dan berburuk sangka kepada yang lain sehingga
melahirkan lidah yang suka menggunjing orang, mengabaikan hak orang lain,
berlambat-lambat menghormati orang lain, menghina dan melecehkan orang lain.
Adapun cara penyembuhan gangguan agar nur ilahiah
kembali, dilakukan secara individual, disesuaikan dengan kedalaman gangguan
yang dialaminya. Di antara langkahnya ialah mengidentifikasi kadar pengaruh
sifat kebuasan, kehewanan, kesetanan dan rabaniyyah (Lihat al-Ghazali, 2000).
Imam al-Ghazali (t.t.)
mengemukakan bahwa dalam susunan dan sosok tubuh manusia terdapat campuran sifat;
sabu’iryah (kebuasan binatang), bahiniyyah (kehewanan), shaithaniyyah (kesetanan) dan rabbaniyyah (ketuhanan).