KONSELING,
PEMBELAJARAN DAN
KREATIVITAS
KONSELING
sering dipandang sebagai intinya bimbingan, "counseling is the heart of guidance " (Mortensen &
Schumuller: 1959), demikian juga dengan pengajaran atau pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan utama pendidikan. Apakah itu benar? Mengapa demikian? Apakah
ada persamaan dan hubungan antara konseling dengan pembelajaran?
Banyak layanan dan teknik yang dapat dilakukan dalam bimbingan, seperti
pemberian informasi, bantuan penempatan, wawancara, pemberian nasihat,
pengukuran, diskusi, bermain peran, sosiodrama, psikodrama, konsultasi
langsung, konsultasi melalui internet, dll., tetapi itu semua bukan atau belum
tentu konseling. Di dalamnya mungkin ada penerapan dari fungsi atauprinsip
konseling, tetapi secara utuh bukan konseling. Memang beberapa literatur
mengartikan konseling secara luas, mencakup bimbingan.
Konseling memiliki karakteristik khusus, selain dalam sifat hubungannya
tetapi juga dalam fungsi terapeutiknya. Konseling merupakan hubungan antara dua
pribadi "a person to person
relationship" atatu pertemuan langsung "a direct meeting", meeting atau pertemuan ini, mempunyai makna
yang lebih jauh, bukan hanya pertemuan secara fisik, tetapi pertemuan mental, pertemuann
rohaniah, pertemuan dua pribadi atau "a
meeting of mind”. Terutama klien menemukan- apa yang dia butuhkan, “apa yang
dia cari" dalam pengembangan dirinya atau untuk mengatasi masalah yang dia
hadapi.
Sasaran utama dari layanan konseling adalah perubahan sikap dan perilaku
(Carl R. Rogers). Sikap merupakan bidang afelcif, menyangkut segi-segi emosi,
perasaan, motivasi, nilai-nilai, dan sikap ini mendasari perilaku. Perilaku
seseorang akan berubah apabila ada perubahan dalam sikapnya. Perubahan sikap sulit
sekali dapat terjadi hanya melalui pemberian informasi, nasihat atau
diskusi-diskusi biasa. Perubahan sikap membutuhkan dasar hubungan atau
pertalian emosional tertentu antara klien dengan konselornya. Seorang klien
yang mempunyai rasa bersalah yang sangat besar, merasa dibenci dan dimusuhi
oleh banyak orang akan berubah sikap dan pdiasaannya hanya karena diterima dengan
senyum dengan kehangatan oleh konselomya. Konseling berlangsung melalui
wawancara (counseling interview), tetapi pertanyaan-pertanyaan
konselor hanya merupakan media konseling, yang lebih mendasar adalah
kepribadian konselor, jalinan hubungan antara keduanya serta makna pernyataan
konselor.
Perubahan sikap terjadi karena adanya insight (pemahaman) terutama
emotional insight, pada diri klien. iujuan dari proses konseling adalah
menumbuhkan emosional insight sebanyak-banyaknya.
Konseling yang berhasil adalah yang banyak menumbuhkan emosional insight pada
kliennya. Emosional insight tercapai
apabila ada pertemuan mental atau "meeting
of mind” antara klien dengan konselor. Pertemuan demikian biasanya melekat
lama, dan sering diingat oleh klien.
Dalam interaksi konseling, konselor tidak memberikan sesuatu kepada
kliennya, dia hanya menciptakan situasi yang permisif, kondusif, akrab,
bersahabat, memberikan pertanyaanpertanyaan yang memungkinkan kliennya
berpikir, merasakan, melakukan analisis dan evaluasi diri, analisis masalah dan
lingkungan, dan berkat itu semua dia sendiri menemukan dirinya (discover himself atau invent himself),
menemukan potensi, .kekuatan, hal-hal berharga yang ada pada dirinya. Berkat penemuan
tersebut dia mampu melihat dan menerima dirinya lebih objektif, mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya, mampu merancang, membuat keputusan dan
melakukan pengembangan dirinya. Tujuan konseling adalah membantu klien agar
klien mandiri, mampu memecahkan sendiri masalahnya, tnampu membuat keputusan
yang tepat bagi dirinya mampu merancang masa depannya sendiri, mampu mengembangkan
potensi dan kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya.
PEMBELAJARAN
atau pengajaran (teaching) merupakan
kegiatan utama pendidikan. Pendidikan dilakukan melaiui kegiatan pengasuhan,
bimbingan, pelatihan dan pembelajaran. Pengasuhan lebih banyak difokuskan pada
pengembangan segi fisik dan nilai, terutama pada masa anak, pada masa pemula
pengasuhan masihberlanjut tetapi lebih ditekankan pada segi nilai. Bimbingan
(dan konseling) lebih banyak difokuskan kepada perkembangan kepribadian
khususnya segi afektif dan sosial. Pelatihan lebih banyak difokuskan pada
pengembangan segi keterampilan, baik keterampilan fisik-motorik maupun
intelektual dan sosial.Pembelajaran atau pengajaran lebih banyak difokuskan
pada perkembangan segi kognitif atau intelektual. Bila pembelajaran lebih
difokuskan pada pengembangan segi kognitif, tidak berarti pengembangan
segi-segi lain diabaikan, semua segi dikembangkan tetapi fokus utamanya adalah
pengembangan kognitif. Demikian juga dengan kegiatan-kegiatan pendidikan
lainnya.
Pembelajaran dapat dilakukan melalui pemberian informasi (ceramah),
tanya-jawab, diskusi, seminar, bermain peran, pemberian tugas, pengamatan,
percobaan, penelitian, pemecahan masalah dsb., tetapi itu semua merupakan
metode atau model dalam pembelajaran. Pembel ajaran atau pengaj aran pada
dasarnya merupakan upaya guru menciptakan situasi agar siswa belajar (Orstein,
1990; Joyce, Weil & Showers, 2000). Upaya itu dapat berupa penciptaan
suasana kelas, penyediaan sumber dan media belajar, pengelompokan siswa,
penggunaan model-model dan metode pembelajaran. Sasaran utama dari pembelajaran
adalah agar siswa belajar. Betapapun baiknya rancangan yang dibuat, sarana dan
fasilitas yang disediakan, dan cara penyampaian yang dilakukan oleh guru,
tetapi kalau siswanya tidak atau sedikit sekali belajar, maka pembelajaran
tersebut kurang berhasil.
Pembelajaran tidak hanya sekedar penggunaan metode dan penyampaian
materi ajaran, tetapi lebih dari itu, berupa penciptaan situasi, pembangkitan
motivasi, hubungan yang akrab, dll., agar siswa aktif belajar. Pembelajaran dan
belajar adalah dua sisi dari satu mata uang, pembelajaran adalah aktivitas yang
dilakukan guru, sedang belajar adalah aktivitas yang dilakukan siswa.
Keberhasilan pembelajaran dilihat dari aktivitas dan kemajuan-kemajuan yang
terjadi pada siswa. Melalui berbagai kegiatan dan pengalaman belajar yang
dilakukan siswa, berkembang seluruh aspek kepribadian dan kemampuan siswa.
Pembelajaran dapat berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, kompetensi,
keterampilan, sikap-nilai, dan kemampuan berpikir. Di antara ke lima aspek tersebut
penguasaan sikap-nilai dan kemampuan berpikir memegang peranan utama.
Penguasaan pengetahuan tidak berhenti pada mengetahui dan memahami sejumlah
fakta, konsep, dan teori, tetapi bagaimana penerapan atau penggunaan dari
hal-hal tersebut agar bermanfaat bagi diri siswa dan lingkungannya. Penguasaan
pengetahuan membutuhkan kemampuan berpikir, sedang penggunaan pengetahuan
membutuhkan kemampuan berpikir dan penguasaan sikail dan nilai. Keterampilan
dan kompetensi sederhana dikuasai melalui latihan, tetapi keterampilan dan
kompetensi tahap tinggi membutuhkan dukungan kemampuan berpikir dan
sikap-nilai.
Keterampilan tahap tinggi berkenaan dengan keterampilan social umpamanya
keterampilan memimpin, berbicara di depan umum dan keterampilan intelektual
umpamanya keterampilan membuat program komputer, merencanakan perbaikan rumah,
sangat membutuhkan dukungan kemampuan berpikir dan sikap-nilai. Kompetensi
tahap tinggi berkenaan dengan penguasaan keahlian dan profesi, seperti keahlian
dalam penelitian, bahasa, matematika, dan lain-lain, profesi sebagai dokter,
guru, pengacara, dan lain-lain, keduanya sangat membutuhkan dasar dan penguasaan
kemampuan berpikir dan sikap-nilai.
PUNCAK dari kemampuan berpikir adalah kemampuan
memecahkan masalah dan kreativitas (Anderson & Krathwohl: 2000). Penguasaan
kemampuan memecahkan masalah dan kreatif saja belum cukup, sebab perlu didukung
dan dibingkai oleh sikap dan nilai. Kemampuan memecahkan masalah dan berkreasi perlu
dimotori, didorong oleh motivasi, kemamuan untuk memecahkan masalah untuk
berkreasi. Pemecahan masalah dan kreativitas juga harus dibingkai atau dipagari
oleh nilai, agar pengembangannya ke arah kemaslahatan dirinya dan lingkungannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar