Senin, 30 Desember 2013

CIRI-CIRI PEKERJAAN SEBAGAI PROFESI


CIRI-CIRI PROFESI
    Suatu pekerjaan disebut profesi, apabila memenuhi ciri-ciri tertentu.McCully,1969 (dalam Prayitno,1987) mengemukakan ciri-ciri pekerjaan sebagai suatu profesi sbb:
a.      Para anggotanya (orang-orang yang tergolong ke dalam pekerjaan itu) menampilkan pelayanan sosial yang khusus (unik) secara nyata.
b.     Penampilan pelayanan yang khusus itu, pertama-tama didasarkan pada teknik-teknik intelektual.
c.      Masyarakat telah mempercayakan penyelenggaraan pelayanan yang khusus itu secara eksklusif  kepada orang-orang yang tergolong ke dalam pekerjaan itu, yaitu mereka yang benar-benar berkualifikasi untuk pelayanan tersebut.
d.     Para anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama, yang dapat dipelajari dan dikomunikasikan melalui proses intelektual di pendidikan tinggi.
e.      Untuk dapat memasuki dan menyelenggarakan pekerjaan itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam periode waktu yang memadai
f.       Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi ataupun sertifikasi.
g.      Dalam menyelenggarakan pelayanan tersebut, para anggotanya disertai tanggung jawab pribadi dalam menetapkan pertimbangan dan keputusan tentang apa yang akan dilakukannya berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud.
h.     Baik sebagai perorangan ataupun kelompok, para anggotanya lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan ekonomi.
i.       Standar tingkah laku profesional bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar dijalankan.
j.       Selama berada dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Hoyle, 1980 (dalam Dedi Supriadi,1997) merumuskan tentang ciri-ciri  pokok suatu profesi sbb:
a. Fungsi signifikansi sosial; suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang memiliki fungsi  dan signifikansi sosial yang besar.
b. Keterampilan; untuk mewujudkan fungsi ini dituntut derajat keterampilan tertentu.
c. Proses pemerolehan keterampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan   sifat pemecahan masalah atau penanganan situasi krisis yang menuntut pemecahan.
d. Batang tubuh ilmu suatu profesi didasarkan pada suatu disiplin ilmu yang jelas, sistematis  dan ekplisit (a systematic body knowledge) dan bukan hanya common sence.
e. Masa pendidikan; upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu dan keterampilan-keterampilan tersebut membutuhkan masa latihan yang lama, bertahun-tahun dan tidak cukup hanya beberapa minggu atau bulan. Hal ini dilakukan sampai tingkat perguruan tinggi
f. Sosialisasi nilai-nilai profesional; proses pendidikan tersebut juga merupakan wahana untuk sosialisasi nilai-nilai profesional di kalangan para siswa/mahasiswa.
g. Kode etik; dalam memberikan pelayanan kepada klien, seorang profesional berpegang teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
h. Kebebasan untuk memberikan judgment-nya; anggota suatu profesi mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgment-nya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya.
i. Tanggung jawab profesional dan otonomi; komitmen suatu profesi adalah klien dan masyarakat. Tanggung jawab profesional harus diabdikan kepada mereka. Oleh karena itu, praktik profesional itu otonom dari campur tangan pihak luar
j. Sebagai imbalan dari pendidikan dan latihan yang lama, komitmennya dan seluruh jasa yang diberikan kepada klien, maka seorang profesional mempunyai prestise yang tinggi di mata masyarakat dan imbalan yang layak.

Kamis, 26 Desember 2013

Renungan: MEROKOK, BERBAHAYAKAH ?


Akhir-akhir ini  terdengar bahwa sebagian ulama  telah sepakat mengeluarkan fatwa bahwa merokok adalah haram, karena setelah dikaji dari berbagai informasi ternyata dengan merokok lebih banyak mendatangkan kerugian dari pada manfaat yang di peroleh dari merokok. Tapi dalam kenyataan yang dilihat tetap saja orang-orang banyak yang merokok. Ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya karna zat candu yang terdapat dalam rokok tersebut. Efek dari nikotin adalah memberikan rasa ketenangan dan ketergantungan pada perokok. Efek ketergantungan tersebut sama dengan efek yang ditimbulkan oleh narkoba. Rokok merupakan jembatan bagi anak muda untuk mencoba narkoba terutama ganja, hal ini dikarenakan cara penggunaan antara rokok dan ganja hampir sama yaitu dengan dilinting, dibakar kemudian dihisap Menurut Hoepoedio (Abas Asyafah, 2007). Dari pernyataan diatas bahwa ketergantungan seseorang yang disebabkan oleh rokok hampir sama dengan ketergantungan yang disebabkan oleh narkoba yaitu sama-sama sulit untuk berhenti jika sudah kecanduaan.
Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim (2009), Bahwa rokok haram karena di dalamnya ada racun. Dengan dalil Al-Qur’an menyatakan, “Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).” (al-A’raf, 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah RA, Bahwa merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat. Alasan lainnya rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Menurut Daud, dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas, hanya saja penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.
Pernyataan Tempo (2008) menyatakan bahwa gabungan produsen rokok setuju dengan fatwa haram merokok dengan catatan untuk mengendalikan konsumsi rokok bagi anak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan rokok bagi anak, ibu hamil dan di tempat umum mendapat dukungan dari komisi nasional perlindungan anak (Komnas PA). Menurut Ketua Komnas PA Seto Mulyadi, bahwa fatwa tersebut harus dihargai sebagai perlindungan dan penyelamatan terhadap anak sebagai generasi bangsa (Network / coi 2009)
Menurut laporan WHO 2002 Karyadi (2008), diantara negara-negara industri yang menganggap merokok adalah hal umum, merokok diestimasikan 90% menyebabkan kanker paru-paru pada pria, sekitar70 % menyebakan` kanker pada wanita. Di negara-negara industri ini sekitar 56 – 80 % adalah penyakit pernafasan kronis dan sekitar 22% penyakit kardiovaskuler. Di seluruh dunia tembakau dapat menyebabkan penyakit (59,1juta). Jika kecenderungan ini tidak terbalik, maka angka-angka tersebut akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun mulai tahun 2020, atau pada awal 2030, dengan 70% kematian terjadi di negara-negara berkembang.
Menurut data WHO (Karyadi 2008), saat ini terdapat 1,3 milliar perokok di dunia dan 84% diantaranya berasal dari dunia ketiga. Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang dengan korban 57 ribu perokok meninggal setiap tahun dan sekitar 500 ribu menderita berbagai penyakit. Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 milliar batang rokok atau berada di urutan ke-4 setelah RRC (1.979 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), serta Rusia (230 miliar).

Minggu, 22 Desember 2013

SIFAT DAN AKHLAK TERPUJI


Tuntunan dalam Al Qur'an mengenai hubungan social manusia yang harus dibangun atas ciri-ciri interaksinya telah diwujudkan oleh Rasullullah Saw dengan sifat dan Akhlak beliau (Abu Amar,2A02l 1423H: 6-61), seperti:
1)       ikhlas
2)       tepat janji
3)       perhatian
4)       yakin dan tawakal
5)       berbuat baik
6)       rendah hati
7)       berakhlak baik
8)       taqwa
9)       Percaya atas kebesaran Allah
10)    mengharapkan keridhoan Allah
11)    lemah lembut dan ramah
12)    belas kasihan
13)    pemberani
14)    takut kepada Allah
15)    penolong
16)    memiliki rasa malu
17)    ridha atau rela
18)    zuhud
19)    sabar
20)    jujur
21)    amanat
22)    syukur
23)    berseri-seri wajahnya
24)    keperwiraan
25)    kehati-hatian (wara)
26)    penolong
27)    melapangkan kesempitan
28)    baik sangka
29)    penutup aib orang
30)    toleran
31)    menjaga lisan
32)    pemaaf
33)    adil
34)    menjauhkan dari yang haram
35)    pemaaf dan pengampun
36)    penyimpan rahasia
37)    berlomba dalam kebaikan
38)    pemberi nasihat dan wasiat
39)    pembawa kabar baik
40)    penyayang

Senin, 16 Desember 2013

Renungan Diri


Tinjauan agama Islam (Shihab, 1994: 2S0-2S5) berkaitan dengan manusia adalah bahwa semua manusia diciptakan Allah Swt. Dari debu tanah dan Ruh llahi. Apabila daya tarik debu tanah mengalahkan daya tarik Ruh llahi, ia akan jatuh tersungkur sehingga mencapai tingkat yang serendah-rendahnya, lebih rendah bahkan daripada binatang. Sebaliknya bila Ruh llahi yang memenangkan tarik-menarik, manusia akan menjadi seperti malaikat. Tuhan tidak menghendaki manusia menjadi malaikat, tidak pula binatang, karenanya unsur kejadiannya harus dapat menyatu dalam dirinya. Ketika itulah ia mencapai kualitas yang diharapkan.
Melalui debu tanah dan Ruh Ilahi, Allah Swt menganugerahkan manusia empat daya, yaitu: (l) daya tubuh, yang mengantar manusia berkekuatan fisik. Berfungsinya organ tubuh dan panca indera, (2) daya hidup yang menjadikannya memiliki kemampuan mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan, (3) daya akal, yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (4) daya qolbu, yang memungkinkannya bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman, dan kehadiran Allah Swt. Dari daya inilah lahir intuisi dan indera keenam.
Apabila keempat daya itu digunakan dan dikembangkan secara baik, maka kualitas pribadi akan mencapai puncaknya, yaitu suatu pribadi yang beriman, berbudi pekerti luhur, memiliki kecerdasan, ilmu pengetahuan, keterampilan, keuletan, serta wawasan masa depan dengan fisik yang sehat wal'afiat.
Apabila melihat kembali ke-l2langkah yang dikemukakan oleh Jesse Lair, kemudian kita kaitkan dengan ajaran Islam, sebetulnya langkah-langkah itu identik dengan muhasabah (instrospeksi diri) yang secara lengkap telah ada dan harus dilakukan oleh seluruh umat manusia. Ada satu buku yang menarik sekali yang berkaitan dengan masalah ini, yaitu Mencermini Aib
Diri dalam Hidup Keseharian yang disusun oleh M.D. Dahlan dan Syihabudin. Buku ini dapat dijadikan cermin perilaku kita seharihari berisi berbagai dalil yang dapat dijadikan indikator tentang aib kita.
Abu Yazid al-Busthomi (Dahlan dan Syihabudin, 2001: 6) mengajak kita untuk menggunakan perubahan fisik sebagai cermin yang menggambarkan kadar perilaku. Ia banyak belajar setelah melihat perubahan pada dirinya sendiri. Ia berkata, "Telah nampak rambutku beruban, akan tetapi aib diriku tidak juga hilang. Aku tak tahu apa yang tedadi di alam ghaib. Wahai orang-orang yang di masa mudanya memakmurkan dunia. Orang kagum akan kehebatanmu. Tidak ada yang menghalangi upaya memakmurkan. Akan tetapi...sebentar lagi jasadnya akan berangsur hancur."
Kegiatan pemakmuran dunia dipimpin oleh daya qolbu. Dalam kenyataan sehari-hari daya qolbu ini sering tidak berdaya dalam menghadapi "keroyokan" daya-daya yang lain. Konflik sering muncul karena adanya intervensi pihak luar, yaitu setan, jin, dan manusia. Konflik ini sering menyeret qolbu untuk melakukan pelanggaran terhadap aturan. Pelanggaran terhadap aturan itulah yang disebut dengan dosa. Pelanggaran tersebut sangat variatif, sehingga jenis dosa pun menjadi bervariasi pula karena melihat kuantitas, kualitas, dan dimensinya.
Lalu, apa dampak dari adanya berbagai macam dosa tersebut terhadap qolbu? Apakah qolbu yang berdosa mampu menjadi manajer yang mengarahkan daya-daya yang ada pada manusia dalam rangka melakukan pemakmuran? Dapatkah qolbu yang demikian melakukan pemakmuran yang berkategori ibadah, sehingga ia dapat melanjutkan perjalanan ke alam akhirat dengan akomodasi yang memadaidan semangat qollbu yang sehat?
Selanjutnya Dahlan dan Syihabudin (2001: l3) mengemukakan bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab melalui Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagai berikut:


Jika seorang muslim melakukan suatu dosa, timbullah noda
hitam dalam qolbunya. Jika dia bertaubat, berhenti, dan meminta
kemuliaan, jernihlah qolbunya. Jika dosanya bertambah,  bertambahlah nodanya
hingga menutupi qolbunya. Noda itulah yang dimaksud dengan arran
di dalam firman (Q.S. Al-Muthaffifin 83: l4), "sama sekali
tidak demikian, tetapi apo yang dahulu senantiasa mereka menutupi
hatinya ". (HR.. Muhammad bin Basyar).


Sementara itu dalam hadist yang diriwayatkan oleh Mujahid             (Al Ghozali, IV : 42-52) dikatakan :


Qolbu itu ibarat telapak tangan yang terbulu. Jika seorang hamba berbuat dosa, lipatlah sebuah jari sehingga seluruh jari melipat (tangan mengepal) maka qolbu pun tertutup itulah yang dimaksud dengan terkuncinya qolbu.

Kedua hadist di atas menjelaskan dampak dari perbuatan dosa terhadap qolbu yang merupakan dinamisator bagi jasad manusia. Semakin banyak dosa yang dilakukan semakin pekatlah hatinya oleh noda, sehingga ia. tidak tertembus oleh cahaya Al-Quran. Padahal untuk itulah Allah Swt.  menurunkan Al-Quran sebagai referensi bagi daya qolbu dalam menengahi konflik berbagai kepentingan.
Setelah menelaah dan mencermini aib diri kita masing-masing Allah insya rll kita menjadi arif. Seberapa banyakkah noda dan aib diri? Seberapa tebalkah noda hitam itu di qolbu kita? Langkah selanjutnya adalah membersihkan noda dan aib diri yang kita ketahui melalui proses taubat dan istighfar.
Menurut Gymnastiar (2002: 19) ada tiga langkah dalam mengupayakan taubat nasuha yaitu: 1). Kita harus belajar menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Tidak termasuk orang yang bertaubat ketika merasa bangga dengan kebusukan masa lalunya. Jangan sampai kita berpikir untuk mengulanginya lagi. Rasa sakit, perih, penyesalan, itulah tanda-tanda kualitas taubat, 2). Secara jelas kita memohon ampunan misalnya dengan doa "rabbana zholamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhambna lanohtnanna minal khasirin." ("Wahai tuhan kami, kami sudah zalim pada diri kami sendiri. Kalau engkau tidak mengampuni dan tidak menyayangi maka tentulah kami akan menjadi orang yang merugi.") Berdoa memohon ampunan Allah bisa menggunakan bahasa apa saja asalkan tulus, dan 3). Ada keinginan kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi. Kesempurnaan taubat adalah menutupinya dengan perbuatan baik. Jika langkah tersebut telah dilakukan, insya Allah kita akan memiliki qolbu yang suci, bening, dan sehat. Al-Quran mengistilahkan qolbu yang demikian dengan Qolbun Salim. Wallahu a'lam bishshawab.