Sabtu, 30 November 2013

LANGKAH-LANGKAH PENEGASAN IDENTITAS PROFESI


LANGKAH-LANGKAH PENEGASAN IDENTITAS PROFESI
Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman terhadap bimbingan dan konseling, dan memperhadapkan konselor kepada konflik, ketidak- konsistenan, dan ketidak-kongruenan peran. Untuk mempersempit kesenjangan semacam ini perlu ada langkah penguatan dan penegasan peran dan identitas profesi. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Memahamkan Para Kepala Sekolah
Diyakini bahwa dukungan kepala sekolah dalam implementasi dan penanganan program bimbingan dan konseling di sekolah sangat esensial. Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama dt dalam menentukan keefektivan program. Kepala sekolah yang memahami dengan baik profesi bimbingan dan konseling akan:
a.    memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara koinunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk;
b.    memahami dan merumuskan peran konselor; dan
c.    menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja.
2.    Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan
Masih ada konselor sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengurus hal-hal yang tidak relevan dengan bimbingan dan konseling, seperti jadi petugas piket, perpustakaan, koperasi, dan sebagainya. Tugas-tugas. ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan, dan tidak akan menjadikan bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan secara profesional.
3.    Mempertegas tanggung jawab konselor
Sudah saatnya menegaskan bahwa bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab dan kewenangan konselor. Sebutan guru pembimbing sudah harus diganti dengan sebutan konselor (sebagaimana sudah ditegaskan dalam UU No. 20/2003). Perlu ditegaskan bahwa konselor adalah orang yang merniliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling dan memperoleh latihan khusus sebagai konselor, dan memiliki lisensi untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling didasarkan kepada lisensi dan kredensialisasi oleh ABKIN, sesuai dengan perundangan dan peraturan yang berlaku.
4.    Membangun standar supervisi
Tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk merakukan supervisi bimbingan dan konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami atau tidak berlatar belakang bimbingan dan konseling bisa membuat perlakuan supervisi bimbingan dan konseling disamakan dengan perlakuan supervisi
terhadap guru bidang studi. Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substantive tentang kemampuan bimbingan dan konseling, melainkan hal-hal teknis administratif. Supervisi bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya membina keterampilan professional konselor seperti: memahirkan keterampilan konseling, berajar bagaimana menangani isu kesulitan siswa, mempraktekkan kode etik profesi, mengembangkan program komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-fungsi relevan lainnya.

Rabu, 27 November 2013

Dari hati ke hati, alternatif layanan Penguasaan Konten : Qolbu.


Dahlan dan Syihabudin (2001: l3) mengemukakan bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab melalui Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagai berikut:


Jika seorang muslim melakukan suatu dosa, timbullah noda
hitam dalam qolbunya. Jika dia bertaubat, berhenti, dan meminta
kemuliaan, jernihlah qolbunya. Jika dosanya bertambah,  bertambahlah nodanya
hingga menutupi qolbunya. Noda itulah yang dimaksud dengan arran
di dalam firman (Q.S. Al-Muthaffifin 83: l4), "sama sekali
tidak demikian, tetapi apo yang dahulu senantiasa mereka menutupi
hatinya ". (HR.. Muhammad bin Basyar).


Sementara itu dalam hadist yang diriwayatkan oleh Mujahid             (Al Ghozali, IV : 42-52) dikatakan :

Qolbu itu ibarat telapak tangan yang terbulu. Jika seorang hamba berbuat dosa, lipatlah sebuah jari sehingga seluruh jari melipat (tangan mengepal) maka qolbu pun tertutup itulah yang dimaksud dengan terkuncinya qolbu.

Kedua hadist di atas menjelaskan dampak dari perbuatan dosa terhadap qolbu yang merupakan dinamisator bagi jasad manusia. Semakin banyak dosa yang dilakukan semakin pekatlah hatinya oleh noda, sehingga ia. tidak tertembus oleh cahaya Al-Quran. Padahal untuk itulah Allah Swt.  menurunkan Al-Quran sebagai referensi bagi daya qolbu dalam menengahi konflik berbagai kepentingan.
Setelah menelaah dan mencermini aib diri kita masing-masing Insya Allah kita menjadi arif..  Seberapa banyakkah noda dan aib diri? Seberapa tebalkah noda hitam itu di qolbu kita? Langkah selanjutnya adalah membersihkan noda dan aib diri yang kita ketahui melalui proses taubat dan istighfar.
Menurut Gymnastiar (2002: 19) ada tiga langkah dalam mengupayakan taubat nasuha yaitu: 1). Kita harus belajar menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Tidak termasuk orang yang bertaubat ketika merasa bangga dengan kebusukan masa lalunya. Jangan sampai kita berpikir untuk mengulanginya lagi. Rasa sakit, perih, penyesalan, itulah tanda-tanda kualitas taubat, 2). Secara jelas kita memohon ampunan misalnya dengan doa "rabbana zholamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhambna lanohtnanna minal khasirin." ("Wahai tuhan kami, kami sudah zalim pada diri kami sendiri. Kalau engkau tidak mengampuni dan tidak menyayangi maka tentulah kami akan menjadi orang yang merugi.") Berdoa memohon ampunan Allah bisa menggunakan bahasa apa saja asalkan tulus, dan 3). Ada keinginan kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi. Kesempurnaan taubat adalah menutupinya dengan perbuatan baik. Jika langkah tersebut telah dilakukan, insya Allah kita akan memiliki qolbu yang suci, bening, dan sehat. Al-Quran mengistilahkan qolbu yang demikian dengan Qolbun Salim. Wallahu a'lam bishshawab.

Selasa, 26 November 2013

Layanan Informasi, Sadar Diri !!!!!!


Melalui debu tanah dan Ruh Ilahi, Allah Swt menganugerahkan manusia empat daya, yaitu: (l) daya tubuh, yang mengantar manusia berkekuatan fisik. Berfungsinya organ tubuh dan panca indera, (2) daya hidup yang menjadikannya memiliki kemampuan mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan, (3) daya akal, yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (4) daya qolbu, yang memungkinkannya bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman, dan kehadiran Allah Swt. Dari daya inilah lahir intuisi dan indera keenam.
Apabila keempat daya itu digunakan dan dikembangkan secara baik, maka kualitas pribadi akan mencapai puncaknya, yaitu suatu pribadi yang beriman, berbudi pekerti luhur, memiliki kecerdasan, ilmu pengetahuan, keterampilan, keuletan, serta wawasan masa depan dengan fisik yang sehat wal'afiat.
Apabila melihat kembali ke-l2langkah yang dikemukakan oleh Jesse Lair, kemudian kita kaitkan dengan ajaran Islam, sebetulnya langkah-langkah itu identik dengan muhasabah (instrospeksi diri) yang secara lengkap telah ada dan harus dilakukan oleh seluruh umat manusia. Ada satu buku yang menarik sekali yang berkaitan dengan masalah ini, yaitu Mencermini Aib
Diri dalam Hidup Keseharian yang disusun oleh M.D. Dahlan dan Syihabudin. Buku ini dapat dijadikan cermin perilaku kita seharihari berisi berbagai dalil yang dapat dijadikan indikator tentang aib kita.
Abu Yazid al-Busthomi (Dahlan dan Syihabudin, 2001: 6) mengajak kita untuk menggunakan perubahan fisik sebagai cermin yang menggambarkan kadar perilaku. Ia banyak belajar setelah melihat perubahan pada dirinya sendiri. Ia berkata, "Telah nampak rambutku beruban, akan tetapi aib diriku tidak juga hilang. Aku tak tahu apa yang teradi di alam ghaib. Wahai orang-orang yang di masa mudanya memakmurkan dunia. Orang kagum akan kehebatanmu. Tidak ada yang menghalangi upaya memakmurkan. Akan tetapi...sebentar lagi jasadnya akan berangsur hancur."
Kegiatan pemakmuran dunia dipimpin oleh daya qolbu. Dalam kenyataan sehari-hari daya qolbu ini sering tidak berdaya dalam menghadapi "keroyokan" daya-daya yang lain. Konflik sering muncul karena adanya intervensi pihak luar, yaitu setan, jin, dan manusia. Konflik ini sering menyeret qolbu untuk melakukan pelanggaran terhadap aturan. Pelanggaran terhadap aturan itulah yang disebut dengan dosa. Pelanggaran tersebut sangat variatif, sehingga jenis dosa pun menjadi bervariasi pula karena melihat kuantitas, kualitas, dan dimensinya.
Lalu, apa dampak dari adanya berbagai macam dosa tersebut terhadap qolbu? Apakah qolbu yang berdosa mampu menjadi manajer yang mengarahkan daya-daya yang ada pada manusia dalam rangka melakukan pemakmuran? Dapatkah qolbu yang demikian melakukan pemakmuran yang berkategori ibadah, sehingga ia dapat melanjutkan perjalanan ke alam akhirat dengan akomodasi yang memadaidan semangat qollbu yang sehat?

Minggu, 24 November 2013

Apa itu Konseling Keterampilan Hidup ?


          Konseling dapat dimaknai bermacam-ragam, misalnya sebagai jenis khusus hubungan pemberian bantuan, sekumpulan perlakuan (intervensi), pfoses psikologis atau dalam istilah-istilah yang bermuara pada tujuan kegiatan atau orang yang melakukannya. TidAk ada perbedaan yang tegas antara konseling dan psikoterapi (Nelon-Jones, 1995: 1).
Sementara itu, sumber teori konseling, sama halnya dengan sumber teori kepribadian, meliputi hal-hal dalam konteks histories dan budaya, sejarah pribadi ahli yang mengembangkan konseling yang beriangkutan, teori-teori kepribadian, minat untuk menulis dan menginformasikan ide-ide, dan pengalaman-pengalaman profesional dan frustrasi-frustrasi, penelitian, pengaruh ahli-ahli leori lain, dan pandangan-pandangan disiplin-disiplin lainnya di luar psikologi. Oleh karena itu, kiranya dapat diterima pandangan yang mengitukun bahwa konseling mempunyai keterbatasanketerbatasan potensial, yaitu kenyataan bahwa teori konseling maupun teori kepribadian menganggap kebenaran parsial sebagai kebenaran umum (restriction of focus), kekakuan konselor, "pemasaran" yangtidak etis, mempeilemah klien, dan mendukung berlangsungnya keadaan suatu masalah (status quo). Kecenderungan timbulnya eklektisisme yang dilakukan pata praktisi konseling menunjukkan aspek negatif dari teori induknya.
Salah satu pandekatan konseling yang menggunakan aspek aspek positif berbagai aliran konseling dan teori kepribadian adalah konseling keterarnpilan hidup. Konseling keterampilan hidup yang disebut juga terapi konseling adalah pendekatan konseling yang bersifat integratii sebab konseling ini mengkombinasikan dan menggabungkan pandangan-pandangan dan kekuatan-kekuatan pendekatan-pendekbtan lain ke dalam suatu kesatuan teoretis yang utuh.
Konseling keterampilan hidup (KKH) adalah pendekatan yang berpusat pada manusia (klien) yang bertujuan membantunya mengembangkan keterampilan menolong diri atau self-helping skills (Nelson-Jones, 1995: 413; 1997: 8). Pendekatan ini menolak istilah psikologis pada sisi kerangka kerja pendidikan yang sederhana dan langsung. Dengan memperhatikan kebutuhan mayoritas terbesar manusia pada umumnya, pendekatan ini beranggapan bahwa semua orang pernah memperoleh dan mempertahankan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan keterampilan-keterampilan hidup. Dalam KKH terdapat empat kunci konsep (Nelson-Jones, 1997: 8) yaitu:
Pada umumnya masalah-masalah yang dibawa kepada konselor mencerminkan "sejarah belajar"nya. Sekalipun factor-faktor eksternal berpengaruh, klien mempertahankan masalah-masalahnya karena mempunyai cara berpikir dan bertindak yang kurang atau lemah. Di dalam suasana hubungan konseling yang baik, konselor akan sangat efektif bila ia melatih klien dengan keterampilan-keterampilan berpikir dan bertindak yang relevan.
Tujuan akhir konseling keterampilan hidup (KKH) ialah pertolongan diri (self-helping) di mana klien memelihara dan mengembangkan kekuatan-kekuatan keterampilan berpikir dan bertindak. Tegasnya, bukan hanya membantu klien untuk memecahkan masalah pada saat sekarang melainkan juga untuk menghindari dan menangani masalah-masalah mendatang.
Selanjutnya Nelson-Jones menjelaskan bahwa KKH didasarkan pada kerangka kerja teoretis pendidikan psikologis. Artinya, bahwa KKH menghargai pentingnya latihan dan fasilitasi (Nelson-Jones, 1997: 8). Latihan diperlukan untuk membina klien mengembangkan keterampilan-keterampilan hidup yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan developmental.
Adapun masalah-masalah yang menjadi fokus KKH adalah membantu klien memecahkan masalah dengan mengungkap potensi masalah tersebut. Sebagai pendekatan yang berpusat pada manusia, KKH memusatkan bantuan pada rentang keterampilan atau kompetensi yang perlu dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan. Pandangan ini didasarkan pada asumsi yang dikemukakan oleh Albee (1984: 230) bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk tumbuh dan mempunyai hak untuk memaksimalisasi kompetensi pribadinya. Masalah-masalah tentang keinginan manusia mempunyai perasaan-perasaan, pikiran-likiran dan tindakan-tindakan adaptif yang diperlukan daiam memaksimalkan potensinya dapat terj{i sepanjang hidup dan daram semua bidang kehidupan. Masalah-masalah dan potensi-potensi tersebut merentang dari keterampilan dasar berpikir dan bertindak pada semua tingkat usia hingga kompetensi-kompetensi developmental pada tingkat-kehidupan yang lebih spesifik (Nelson-Jones, 1997: 9).
Untuk memenuhi tugasnya, konselor KKH berpegang pada nilai-nilai di dalam dan di luar kerangka kerja agama (Kelly, 1995, 73: 648-53) yang meliputi pengfiormatan ierhadap individu, penghargaan sebagai mahluk manusia, kepercayaan kepada keterdidikan manusia, dan potensi kemanusiaan untuk kehidupan akal dan sosial, serta keinginan menghargai dunia yang lebih baik. Kerangka pikir ini menggabungkan elemen-elimen psikologi humanistis-eksistensial dan keperilakuan-kognitif (cognitive behovioral). Atas dasar kerangka pikir tersebut maka konselor KKH adalah peneliti-praktisi yang secara tetap menyusun, melakukan dan mengevaluasi hipotesis mengenai perubahan-perubahan klien yang sedang diberi bantuan. sekurang-kurangnya ada empat sumber pengetahuan yang mendasari pemberian bantuan kepada mereka, yaitu pertama, perhatian pada pengetahuan teoretis, terutama tentang perkembangan dan perubahan kemanusiaan; kedua, konselor berusaha memasukkan temuan-temuan penelitian yang relevan ke dalam proses dan hasil-hasil konseling; ketiga, konselor belajar dari pengalaman-pengalaman konseling pruktisnya, dan keempat, konselor adalah mahluk manusia yang hidup dan berperasaan yang selalu belajar dari pengalaman-pengalaman pribadi di luar konseling. Pandangan ini sejaran dengan pundungan Larson (1984: 7-9) tentang model pendidikan psikologis (psychoeducational model) mengenai kedudukan konseior dalam pelaksanaan konseling.
Konselor KKH sebagai pendidik perkembangan atau developmental educator (Nelson-Jones, 1988), dengan memperhatikan secara khusus keadaan kesiapan, ekspektasi-ekspeitasi dan tingkatan keterampilan setiap klien, berusaha melaksanakan konseling dengan bantuan keterampilan-keterampilan menciptakan hubungan dirinya dengan klien dan cara melatih yang fleksibel. Fokus konseling meliputi peningkatkan dan penyembuhan klien yang rawan gangguan masalah, membantu klien yang mempunyai masalah-masalah spesifik, krisis pengelolaan kerja dan latihanlalihan keterampilan hidup yang bersifat perkembangan (developmental life skills). Dalam pelaksanaannya KKH dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

Jumat, 22 November 2013

Sepintas tentang, PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING ( PTBK )


KULIAH PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING  ( PTBK )
METODOLOGI PENELITIAN
A.     SETTING PENELITIAN
Berisi karakteristik siswa yang akan diteliti
B.     VARIABEL PENELITIAN
1.      Identifikasi  Variabel
a.      Variabel bebas ( yaitu variable yang bisa diganti )  :  Bimbingan Kelompok
b.      Variabel terikat ( yaitu variable tetap,tdk bisa diganti )        :  Konsentrasi
2.      Definisi Operasional Variabel ( Diambil dari kajian pustaka )
a.      Permainan adalah……………………………
b.      Konsentrasi adalah……………………………( harus ada indicator/ ciri/ tolok ukur)
C.     METODE DAN ALAT PENGUMPUL DATA
1.      Metode    (misalnya )
a.      Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang apa !
b.      Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang apa !
c.      Laiseg dilakukan untuk memperoleh data tentang apa !
2.      Alat  ( misalnya )
a.      Observasi mmengggunakan pedoman observasi
b.      Wawancara menggunakan pedoman wawancara
c.      Laiseg menggunakan pedoman laiseg
3.      VALIDITAS DATA
Dengan teknik :
1.      Tri angulasi  yaitu teknik yang digunakan untuk mengecek hasil data yang dikumpulkan oleh observer ( dalam hal ini peneliti ), dengan observer yang lain ( bisa kolaborator ). Tri angulasi dilaksanakan setiap selesai data terkumpul, tidak menunggu refleksi. Jika  terjadi data dari beberapa observer  tidak cocok maka diamati pada action/ siklus berikutnya.
( dilakukan pada saat refleksi )
2.      Content validity, yaitu membuat kisi – kisi pedoman observasi.

Variabel
Komponen/ aspek
Indikator
Diskriptor
Motivasi ( misalnya )
Intrinsik
-kebutuhan
-konsentrasi
-ulet
-tekun
Jika indicator masih akan dijabarkan ditulis pada diiskriptor
Ekstrinsik
-disuruh ortu
-biar nilainya bagus

Setelah dibuat kisis- kisi diatas langsung masuk pada instrument.

D.     TEKNIK ANALISIS DATA
Analisa data secara kualitatif yaitu analisis dengan pemaparan.

E.      RENCANA TINDAKAN/ DESAIN PENELITIAN
1.     Tahap perencaan
a.      Perencanaan umum
merupakan perencanaan secara global. Yang dipersiapkan dalam perencanaan umum adalah daftar hadir, RPBK, kertas dan alat pengumpul data misalnya pedoman observasi dan pedoman laiseg.  Akan dirancang dalam berapa kali siklus, masing2 siklus ada berapa tindakan, tindakan berbentuk apa
b.     Perencanaan khusus
Merupakan perencanaan dari tahap – tahap yang akan dilakukkan dalam kegiatan. Misalnya langkah- langkahnya siklus satu  ( LANGKAH PADA DETAIL TINDAKANNYA )…………..LANGKAH DETAIL DARI SIKLUS ITU
o   Menggunakan perencanaan umum dan khusus ini untuk peneliti yang belum terbiasa melakukan PTBK.
2.     Tahap  kegiatan
Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana khusus
3.     Tahap observasi
Melakukan pengamatan dengan apa ?
Dalam membuat pedoman observasi jangan lupa yang akan diobservasi adalah sesuatu yang menjadi sentral pengamatan kita. Dilakukan bersama dengan team dan yang diobservasi adalah yang kasat mata.
4.     Tahap refleksi.
Mendiskusikan dan membahas hasil temuan dan observasi kegiatan.
Macam2  cara  pengukuran :
·        Skala likert :
-        Checklist
-        Pilihan ganda
·        Skala Guttman
·        Rating scale
·        Semantic  Deferensial          Sugiyono, Metodologi penelitiian Kualitatif dan kuantitatif cocok untuk pemula